Isi Indonesia Sudah Syariah, Kiai Ma’ruf: Perlu Komunikasi yang Bijak
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan, Indonesia memang bukan negara yang berdasarkan kepada syariah Islam, namun praktik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia sudah menerapkan prinsip-prinsip syariah. Di antaranya adalah semakin menjamurnya lembaga-lembaga yang berlabel syariah mulai dari perbankan hingga perhotelan.
“Negara ini bukan negara syariah, tapi perbankan, asuransi, pasar modal tumbuh subur. Isinya sudah syariah,” kata Kiai Ma’ruf pada ngopibareng.id, Rabu (15/11/2017).
Ia mengkritik mereka yang berteriak-teriak untuk menegakkan khilafah agar syariah bisa diterapkan namun kenyataannya tidak menghasilkan apa-apa. Baginya, lebih baik melakukan pendekatan dan komunikasi yang bijak agar aspek-aspek syariah bisa diterapkan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Keuangan syariah sudah menjadi sistem nasional,” tegas Kiai Ma’ruf.
Rais ‘Aam PBNU itu menerangkan, Komite Nasional Keuangan Syariah diketuai langsung oleh Presiden Joko Widodo. Ini menjadi satu-satunya komite yang diketuai langsung oleh seorang presiden.
Ia menyebutkan, Presiden Joko Widodo memiliki iktikad untuk menjadikan Jakarta sebagai pusat keuangan syariah dunia. Menurut Kiai Ma’ruf, keuangan syariah yang paling besar ada pada bentuk sukuk.
“Kata Presiden, bukan hanya sukuk syariah, tetapi perbankan, asuransi, pasar modal syariah juga akan diperbesar,” jelas Kiai Ma’ruf, yang sebelumnya tampil dalam sebuah seminar pada di Hotel Rivoli Jakarta, Senin (13/11) malam.
Pesantren, pusat ekonomi umat
Kiai Ma’ruf memiliki gagasan untuk menjadikan pesantren sebagai pusat ekonomi dan pemberdayaan umat. Menurut dia, saat ini sudah dibangun lembaga keuangan mikro syariah di beberapa pesantren.
“Presiden menginstruksikan OJK untuk membentuk itu,” katanya.
Di sini, santri diperkenalkan dan dilatih mengenai hal-hal ekonomi syariah. Sehingga mereka mengetahui seluk-beluk keuangan syariah dan bisa mempraktikannya.
Kiai Ma’ruf mengemukakan, selama ini pembangunan yang ada bersifat dari atas ke bawah. Ini menyebabkan orang yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin.
“Arus lama pembangunan dari atas. Diharapkan netes ke bawah. Ternyata tidak netes-netes pembangunannya,” ucapnya.
Maka dari itu, ia berupaya untuk melakukan pembangunan dari bawah dan menjadikan pesantren sebagai arus baru ekonomi umat.
Apalagi pemerintah juga lagi gencar-gencarnya melakukan redistribusi tanah ke masyarakat dan pondok pesantren.
“Saya berharap pesantren sebagai pusat pemberdayaa umat,” tutupnya. (adi)