ISESS Sebut Ketidaknetralan Aparat Kepolisian Makin Vulgar
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut ketidaknetralan aparat kepolisian kini semakin terbuka, tak lagi tertutup seperti pada pemilu sebelumnya.
"Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya di mana upaya pelibatan aparatur negara itu meski ada tetapi di ruang-ruang yang lebih tertutup. Artinya, dalam Pemilu 2024 kali ini ketidaknetralan aparatur negara tampak secara vulgar," ujar Bambang, Minggu, 4 Februari 2024.
Ia mencontohkan sikap tidak netral Polri terlihat dari upaya kepolisian untuk terlibat dalam konsolidasi pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) seperti kasus di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara maupun upaya-upaya intimidatif bagi pendukung calon lain.
Hal ini disampaikan Bambang dalam menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat kampanye akbar pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Sabtu, 3 Februari 2024.
Dalam acara tersebut, Megawati secara tegas meminta kepada aparat TNI-Polri untuk jangan melakukan intimidasi terhadap rakyat, termasuk simpatisan PDIP.
Menurut Bambang, pernyataan Presiden kelima RI tersebut faktual meskipun tidak terlepas dari kepentingan politik. "Pernyataan Megawati tentu tak terlepas dari kepentingan politik beliau, tetapi apa yang disampaikan itu adalah faktual karena merasakan fakta-fakta di lapangan memang ketidaknetralan itu nyata," ujarnya.
Bambang menyebut, netralitas aparat harus dimulai dari puncak pimpinan tertinggi negara. Di mana Polri sendiri berada langsung di bawah presiden.
Hendaknya, kata Bambang, Polri harus bisa menjadi negarawan sesuai amanah undang-undang sebagai alat negara bukan alat kekuasaan.
"Problemnya memang struktur kelembagaan Polri yang langsung di bawah presiden, sehingga sulit untuk berjarak dengan kepentingan politik presiden," ujar Bambang.