Ironi, Nasib Badak yang Habitatnya Kian Habis
Indonesia dalam status darurat Badak setelah habitat satwa bercula dengan status dilindungi itu berkurang drastis dari delapan menjadi tiga kantong yang semuanya berlokasi di kawasan konservasi dan lindung.
"Kita berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan badak Indonesia, agar nasibnya tidak sama dengan Harimau Jawa," kata Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul di Jakarta.
Ia mengatakan darurat Badak Sumatera atau Dicerorhinus sumatrensis, terjadi karena habitatnya semakin habis, dari delapan kantong habitat badak, saat ini hanya tersisa di tiga kawasan konservasi dan lindung yakni Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Kawasan Ekosistem Leuser. Ironisnya, status kawasan tidak menjamin kehidupan badak bebas dari ancaman.
Sedangkan Badak Jawa atau Rhinoceros sondaicus saat ini juga tengah menghadapi situasi darurat, karena tekanan habitat yang cukup masif berupa bencana alam letusan Gunung Anak Krakatau, penyakit yang ditularkan ternak dan invasif tanaman langkap adalah tekanan untuk habitatnya di Ujung Kulon.
Pemerintah Indonesia, perlu bereaksi cepat agar badak tidak bernasib sama seperti Harimau Jawa yakni punah, mengingat status kawasan sudah "over capacity".
"Perlindungan habitat saja dan membiarkan mereka berkembang biak secara alami tidak cukup untuk menyelamatkan kelangsungan hidup Badak, perlu segera memindahkan badak ke tempat yang aman dan melakukan pembiakan semi alami yang lebih aktif dan manajemen kawasan yang lebih baik," ujar dia.
Selain berada zona rawan tsunami karena letusan gunung Anak Krakatau dan pergeseran lempeng benua, hasil sensus yang dilakukan terhadap ternak masyarakat yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menunjukkan 90 persen kerbau masyarakat positif mengidap bakteri tripanosoma.
Aktivitas ternak yang tidak dikandangkan dan dilepasliarkan hingga masuk ke dalam kawasan TNUK dikhawatirkan bisa menyebarkan bakteri tersebut kepada Badak Jawa dan bukan tidak mungkin bisa menyebabkan kematian.
Survei dan monitoring secara perkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir, menurut dia, menunjukkan tren penurunan populasi. Jumlah mereka diperkirakan kurang dari 100 individu sejak lima tahun terakhir untuk Badak Sumatera.
Bertepatan dengan Hari Badak Internasional yang jatuh tanggal 22 September, ia mengingatkan agar Pemerintah segera memutuskan pembangunan populasi kedua untuk Badak Jawa. Sedangkan untuk Badak Sumatera, perluas habitat dan intervensi reproduksi mengingat jumlah di alam liar hanya tersisa 100 individu. (nta)
Advertisement