Ironi Cak Percil-Cak Yudo Bertahan Hidupkan Lawak Tradisional
Popularitas Cak Percil-Cak Yudo terus meroket di tengah menjamurnya panggung-panggung "stand-up comedy" layar kaca yang bersaing memperebutkan rating.
Deni Afriandi dan Yudo Prasetyo memiliki bakat melawak yang tidak kalah dengan para komika yang dibesarkan oleh media terestrial nasional.
Cak Percil-Cak Yudo tumbuh secara alami dari kultur masyarakat akar rumput. Mulanya, mereka hanya tampil sebagai pengisi waktu jeda pertunjukan wayang kulit.
Meskipun bukan pengisi utama, guyonan Cak Percil-Cak Yudo mampu membuat panggung hiburan ala feodal Jawa tersebut "pecah dan berantakan".
Kendati tidak seperti tokoh punakawan, pakaian yang dikenakan keduanya cukup mewakili "wong cilik" Mataraman, subetnik yang mendiami wilayah barat daya Jawa Timur.
Cak Percil-Cak Yudo sangat berjasa karena panggung-panggung hiburan rakyat perdesaan di kawasan Mataraman kembali bersinar setelah tobong-tobong ketoprak meredup oleh empasan gelombang budaya pop.
Materi candaan mereka juga bersumber dari kehidupan sehari-hari rakyat kecil sehingga mereka tidak terjebak dalam kepura-puraan mengikuti arus perkembangan zaman.
"Aku tas gegeran karo kondektur bus Bagong. Lah ning pinggir prapatan Ngunut, aku diilokno boyo. (Saya baru saja ribut sama kondektur PO Bagong. Di pinggir perempatan Ngunut, aku dipanggil buaya)," demikian celetukan Cak Percil dengan mimik penuh emosi.
"Wah, kowe sing salah! Kowe ra mudheng maksude kondektur ngomong Boyo. Kowe iku ditawari nyang Suroboyo. (Wah, kamu yang salah! Kamu itu tidak paham maksud kondektur ngomong Boyo. Kamu itu ditawari bus tujuan Surabaya)," timpal Cak Yudo.
Karuan penonton wayang kulit terpingkal, bahkan beberapa sinden yang duduk berjajar di belakang keduanya tampak tidak kuasa menahan tawa. "Pecah grrrrrrnya berantakan....!!!"
Cak Percil-Cak Yudo tidak bisa memungkiri perkembangan zaman. Guyonan "coro wong ndeso" itu dikapitalisasi sesuai era digital sehingga penampilan keduanya di pangggung rakyat menyeruak di platform media sosial yang tidak lagi mengenal batas ruang dan waktu.
Oleh sebab itu, keduanya tidak hanya terkenal di Jawa, melainkan juga di luar negeri, terutama yang banyak WNI-nya.
Sayangnya, kebersamaan mereka dalam naungan manajemen Peye Guyon Maton bakal berakhir. Sejauh ini belum diketahui penyebab pecah kongsi layaknya pasangan kepala daerah tersebut.
Namun sudah menjadi rahasia umum di dunia hiburan, pecahnya grup atau kelompok tertentu biasanya dilatarbelakangi masalah honor.
Apes atau Teledor?
"Harusnya kita sudah tidak bekerja sama lagi sejak 1 Januari 2018. Jadwal (kontrak) yang masuk sebelum Januari 2018 harus diselesaikan dulu karena di situ banyak sekali, seperti di Hong Kong, di Taiwan yang membutuhkan satu grup antara saya dan Cak Percil," demikian klarifikasi Cak Yudo yang diunggah di Youtube pada pertengahan Januari lalu.
Banyak yang kecewa dengan bubarnya grup yang sudah telanjur melekat di hati para penggemarnya itu.
"Saya pribadi sangat kecewa banget Cak Yudho harus dipisahkan dengan Cak Percil...sudah tidak ada hiburan lagi buat keseharianku yg sllu online streaming PEYE MANIA PERCIL-YUDHO," tulis Dedy Cahya di kolom komentar video klarifikasi Cak Yudo yang viral itu.
Untuk mempertanggungjawabkan surat kontrak yang ditandandatanginya seperti dalam pernyataan klarifikasi di atas, keduanya pun terbang menuju Hong Kong pada Jumat (2/2).
Tidak seperti biasanya yang selalu kompak dalam mengenakan kostum panggung. Di Hong Kong, keduanya tampil sepanggung dengan kostum beda warna, meskipun sama-sama mengenakan blangkon.
Petaka datang saat keduanya baru beberapa menit tampil di depan ratusan tenaga kerja Indonesia, Minggu (4/2).
Dua orang petugas Imigrasi Hong Kong naik panggung. Cak Yudo tampak pucat, meskipun tangannya menggenggam erat pelantang suara. Cak Percil yang sudah tampil duluan juga terlihat linglung di samping koleganya itu.
Seorang panitia perempuan berusaha mencegah petugas yang akan menggelendang Cak Percil-Cak Yudo seraya mengimbau para penonton tetap tenang dan meminta tidak mengaktifkan kamera telepon selulernya pada saat peristiwa yang tidak diinginkannya itu terjadi.
Padahal pertunjukan sesi pertama itu belum tuntas. Dan masih ada sesi selanjutnya dengan ratusan penonton yang sudah telanjur membeli tiket mengantre di luar gedung pertunjukan yang disewa secara khusus oleh panitia berkewarganegaraan Indonesia itu.
Namun, petugas Imigrasi tetap meringkus Cak Percil-Cak Yudo untuk diperiksa atas tuduhan penyalahgunaan visa.
Duo komedian itu dijebloskan ke penjara Lai Chi Kok. Dua hari kemudian perkaranya disidangkan di Pengadilan Shatin atas tuduhan melanggar Undang-Undang Imigrasi Hong Kong dengan ancaman hukuman penjara selama dua tahun atau denda sebesar 50.000 dolar HK (Rp87 juta).
Pihak Imigrasi menemukan bukti keduanya menyalahgunakan visa. Hong Kong memberikan fasilitas bebas visa bagi warga asing, termasuk WNI untuk kunjungan singkat selama 30 hari.
Warga negara asing yang mendapatkan fasilitas bebas visa tersebut dilarang bekerja dan melakukan kegiatan komersial di wilayah hukum Hong Kong.
Cak Percil-Cak Yudo memanfaatkan fasilitas tersebut saat memasuki wilayah Hong Kong. Keduanya dianggap melanggar UU Imigrasi karena keberadaannya di kota itu melakukan aktivitas komersial.
Keduanya dan panitia sempat menyangkal. Namun petugas berhasil melakukan "OTT" saat keduanya tampil di panggung dan mendapati tiket pertunjukan sehingga cukup bukti untuk melakukan penahanan.
Sementara, pihak panitia yang mengundang Cak Percil-Cak Yudo hanya dikenai wajib lapor setelah menjalani pemeriksaan oleh aparat setempat.
Cak Percil-Cak Yudo bukan kali ini saja datang ke Hong Kong. Pada September 2017, keduanya juga telah melakukan hal yang sama, sebagaimana informasi dari Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi saat berbincang dengan Antara di Beijing, Jumat (9/2).
Kalau begitu, bisa saja mereka apes saat hendak mengulanginya lagi, mengingat nilai kontrak tampil di Hong Kong tidaklah kecil.
Namun bisa saja, memang pihak panitia yang teledor karena pada saat kedatangan yang pertama tidak ada masalah dengan visa kunjungan tersebut.
Sayangnya, pihak panitia tidak mau belajar pada kasus Ustaz Abdul Somad yang dideportasi dari Hong Kong pada 23 Desember 2017 untuk mengisi acara pengajian yang digelar oleh komunitas TKI juga.
Kalau saja panitia mawas diri dengan berkaca pada kasus Abdul Somad, tentu Cak Percil-Cak Yudo tidak sampai meringkuk di penjara dan mengakibatkan keluarga dan penggemar mereka diliputi kesedihan yang sangat mendalam.
"Saya berharap hal ini menjadi peristiwa terakhir sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh WNI di Hong Kong. Saya juga mengimbau para WNI di Hong Kong menjadi tamu yang baik dan mematuhi hukum yang berlaku," kata Konsul Jenderal RI di Hong Kong seusai membesuk Cak Percil-Cak Yudo di penjara Lai Chi Kok, Rabu 7 Februari 2018.(ant)