Irigasi Tetes, Teknologi Pertanian yang Kini Dikembangkan di Desa
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) mempresentasikan hasil penelitiannya berjudul ‘Modernisasi Budidaya Padi dengan Teknologi Tata Air’.
Kepala ORPP, Yudhistira Nugraha selaku Kepala PRTP BRIN menyatakan, diskusi membahas masalah pertanian di Indonesia terkait kolaborasi teknologi dan lainnya, dari hulu sampai hilir. Dikatakan, pangan dan pedesaan suatu hal yang tidak terpisahkan, karena sebagian besar petani di Indonesia sekitar lebih dari 30 juta orang, berkedudukan di pedesaan.
“Dari hulunya terkait dengan budidaya padi modern, dan model hilirisasinya mengantarkan atau mendeliver hasil-hasil pertanian melalui metaverse yang telah mulai diaplikasikan di berbagai bidang,” ujarnya dikutip di laman brin.go.id Sabtu 3 September 2022.
Peneliti PRTP, Gagad Restu Pratiwi mempresentasikan hasil penelitiannya berjudul ‘Modernisasi Budidaya Padi dengan Teknologi Tata Air’. Ia membahas di antaranya tentang penelitian tata kelola air pada tanaman padi. Uji coba tata air pada tanaman tersebut dengan sistem irigasi tetes (drip irrigation), sistem pipa lembaran atau sheet pipe system, hidroponik, dan padi apung.
Dalam penerapan irigasi tetes, Gagad merekomendasikan beberapa hal. Untuk penerapan irigasi tetes pada tanaman padi direkomendasikan agar aplikasi kapur sebelum atau saat olah meresap ke tanah secara optimal. Irigasi tetes dimanfatkan juga agar persediaan air pada embung atau penyimpanan cukup selama pertumbuhan. “Instalasi dilakukan setelah tanam dan monitoring pipa serta kondisi tanaman secara rutin,” papar Gagad.
Menurut Gagad, hasil penelitiannya menunjukkan dengan teknik sheet-pipe hasil gabah meningkat atau lebih tinggi dibanding budi daya tanaman padi pada umumnya. Produksi gabah mampu meningkat dengan rata-rata produksi 10,47 persen sampai 12,42 persen. Selain itu, sistem sheet-pipe dapat diterapkan juga pada tanaman kedelai. “Pertanaman kedelai yang menggunakan sheet-pipe menunjukkan jumlah rhizobium lebih banyak dibanding tidak menggunakannya,” ujarnya.
Gagad mengungkapkan, soal padi apung untuk solusi di lahan sawah yang kerap kali terdampak banjir atau pada lahan lebak tengahan dan dalam. Padi apung diharapkan mampu memberikan nilai tambah (value added) bagi petani. Itu karena di dalamnya terdapat integrasi dari tanaman padi, ikan dan bisa digunakan sebagai sarana pariwisata,” imbuhnya.
Dari Pusat Riset Peternakan BRIN, Sindu Akhardianto menceriterakan pengalamannya di peternakan terpadu di lahan kering, di antaranya di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Juga soal teknik pembuatan pakan ternak-ikan, model integrasi peternakan dan pertanaman, sayuran organik, non organik, serta hidroponik. “Penting untuk pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan beserta prospeknya,” ujar Sindu.
Terkait pengalaman pertanian di pedesaan, Sindu penyampaikan rekomendasi. Di antaranya program pemberdayaan masyarakat desa memerlukan teknologi yang mudah, murah, dan ada jaminan pasar. “Perlu kolaborasi dengan tenaga ahli dari perguruan tinggi dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA). Untuk keberlanjutan usaha, dapat melibatkan SMK atau pesantren setempat dan berkoordinasi dengan kementerian yang memiliki kegiatan serupa,” bebernya.