Iran Siap Perang, Pasca-Pembakaran Pabrik Minyak Aramco di Saudi
Iran menyatakan siap untuk perang. Hal itu menyusul adanya tuduhan dari AS, yang menganggap Iran sebagai dalang serangan drone ke pabrik minyak Arab Saudi.
Juru bicara menteri luar negeri Iran Abbas Mousavi, mengatakan, pihaknya menyanggah tuduhan yang dilayangkan AS atas serangan di Abqaiq dan Khurais.
Dikutip Sky News, Mousavi mengatakan Washington saat ini menerapkan "tekanan maksimum" karena kegagalan dalam "kebohongan maksimum" kepada Iran.
"Ucapan itu seperti rencana intelijen dan organisasi rahasia untuk merusak reputasi negara kami, dan membenarkan 'aksi' AS atas kami," terang Mousavi.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS MIke Pompeo menyalahkan Iran atas serangan drone di fasilitas minyak Aramco yang berlokasi di Provinsi Timur Sabtu dini hari 14 September 2019.
Dilansir Al Jazeera Minggu 15 September 2019, Pompeo menyebut tidak ada bukti serangan itu datang dari Yaman, seperti yang diklaim oleh kelompok Houthi.
"Sekarang, Iran telah melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke persediaan energi dunia," terang mantan Direktur CIA itu.
Sumber dari intelijen kepada Associated Press memaparkan data yang mereka punya. Termasuk citra satelit yang memperlihatkan kondisi pasca-serangan.
Pejabat intelijen itu menerangkan, dampak yang terlihat berdasarkan citra satelit menunjukkan arah serangan dari Iran, alih-alih Yaman. Alat tambahan yang nampaknya gagal dalam menghantam targetnya saat ini diamankan dan dianalisi oleh dinas intelijen AS serta Arab Saudi.
Siap Perang
Sayap elite militer Iran, Garda Revolusi, kemudian menyatakan bahwa mereka sudah mempersiapkan diri jika terjadi "perang skala besar".
Komandan Korps Angkasa Garda Revolusi menyatakan, rudal Iran bisa menghancurkan pangkalan maupun kapal perang AS dalam jarak 2.000 kilometer.
"Dikarenakan situasi yang sensitif dan tensi yang meningkat, kawasan kami saat ini seperti bubuk mesiu yang siap meledak," ujar Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh.
Dia berkata baik Teheran maupun AS tak menginginkan adanya konflik. Tetapi dia menuturkan situasi itu mungkin terjadi jika ada kesalahpahaman.
"Tentu saja para pasukan yang saling berhadapan bisa melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan perang. Kami sudah bersiap jika situasi itu terjadi," ujar Hajizadeh.
Senator Lindsey Graham, politisi Republik yang dekat dengan Presiden Donald Trump mendesak adanya serangan ke kilang minyak Iran sebagai balasan.
"Iran tak akan menghentikan perilaku ngawur mereka hingga kita memberi konsekuensi, seperti menyerang fasilitas mereka, untuk menghancurkan rezim itu," kata Graham di Twitter.
Hajizadeh kemudian menanggapi dengan mengancam mereka bisa menyerang balik jika Gedung Putih sampai menggunakan militer untuk membalas mereka. Dia kemudian menyebut Pangkalan Al Udeid di Qatar, maupun Pangkalan Al Dhafra di Abu Dhabi, belum lagi kapal perang di Teluk dan Laut Arab sebagai target rudal mereka.
Trump pun menelepon Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman. Ia menunjukkan dukungan AS atas keamanan dan stabilitas kerajaan itu. Putra mahkota berjuluk MBS itu kemudian meyakinkan Trump bahwa negaranya siap dan akan mengonfrontasi serta menangani segala agresi teroris.
Akibat serangan itu, Aramco menjelaskan bahwa 5,7 juta barel produksi minyak mereka. Sementara produksi ethana dan gas alam berkurang setengahnya.
Advertisement