Iran Mulai Melunak Soal Jilbab
Polisi Teheran, Iran, mengatakan mereka tidak akan lagi menangkapi perempuan yang tidak mematuhi cara berpakaian Islam, sesuai yang ditetapkan sejak Revolusi 1979.
Sebelumnya, wanita Iran diharuskan menutupi rambut mereka dan berpakaian panjang yang longgar. Pengumuman ini menjadi sinyal melonggarnya hukuman bagi kaum perempuan yang melanggar tata cara berpakaian sesuai aturan Islam di bawah kepemimpinan sosok moderat Presiden Hassan Rouhani.
Namun kelompok garis keras menentang pelonggaran aturan ini dan mereka masih mendominasi jajaran aparat keamanan dan pengadilan sehingga ada keraguan apakah aturan ini nantinya bisa sepenuhnya diterapkan.
"Mereka yang tidak memakai pakaian sesuatu aturan Islam tidak akan lagi ditahan dan kasus hukum mereka juga tidak akan diproses," ujar Kepala Polisi Jenderal Hussein Rahimi, seperti dikutip harian Sharq dan dilansir laman the Independent, Sabtu 30 Desember 2017.
Kantor berita Tasnim menyatakan perempuan yang melanggar nantinya memang tidak akan ditangkap tapi diminta menghadiri kelas pengarahan dari polisi. Mereka yang berulang kali melanggar masih bisa juga ditahan dan aturan berpakaian yang ketat ini tetap berlaku di luar ibu kota.
Selama hampir 40 tahun, kaum hawa di Iran dipaksa menutup rambut dan memakai baju panjang longgar.
Tapi bagi wanita muda dan liberal, mereka mengenakan jilbab yang tidak sepenuhnya menutupi rambut mereka. Bahkan mengecat kuku mereka.
Biasanya polisi moral Iran (mirip dengan polisi syariah di Arab Saudi) akan menahan wanita yang melanggar cara berpakaian. Lalu keluarga mereka dipanggil untuk membawakan pakaian ganti.
Setelah itu, pelanggar disuruh menandatangani surat persetujuan agar mereka tidak mengulang pelanggaran lagi.
Selain wanita, pria juga bisa ditahan polisi. Biasanya karena pria mengenakan celana pendek atau bertelanjang dada (amr)
Advertisement