IPW Desak Penyidik KPK yang Peras Koruptor Dihukum Mati
Seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur Kepolisian berinisial AKP SR diduga melakukan pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M. Syahrial. Menurut sumber internal KPK, upaya itu dilakukan dengan iming-iming kasus yang diduga menjerat Syahrial dapat dihentikan.
"Memang sudah ramai dari kemarin sore di grup-grup WA pegawai KPK mengenai berita itu, mereka terkejut dan tidak menyangka berani peras walikota sampai Rp1,5 miliar. Kasusnya sedang dalam penyelidikan. Sabar pasti kami ungkapkan pada media," ujar sumber di KPK, Kamis 22 April 2021
Kasus dugaan pemerasan Rp 1,5 miliar yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur Polri terhadap Walikota Tanjungbalai dinilai oleh pemerhati pemberantasan korupsi tidak hanya memalukan, tapi juga menjadi fenomena baru bahwa ada dekadensi kemerosotan moral di kalangan oknum lembaga antirasuah tersebut.
Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keras kasus ini. Bagaimana pun, kasus dugaan pemerasan ini tidak boleh ditolerir. Jika terbukti pelakunya harus dijatuhi hukuman mati. Sebab apa yg dilakukan oknum polisi SR berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) itu membuat kepercayaan publik pada KPK menjadi runtuh.
Padahal selama ini harapan publik satu-satunya dalam pemberantasan korupsi hanyalah KPK. Sedangkan pada Polri maupun Kejaksaan, publik sudah kehilangan kepercayaan. Namun dengan adanya kasus dugaan pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai ini publik pun akan dengan gampang menuding bahwa KPK tak ada bedanya dengan Polri maupun Kejaksaan.
"Kalau opini ini berkembang luas dikhawatirkan akan muncul gugatan publik yakni, untuk apa lembaga KPK dipertahankan," kata Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW).
Dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai M Syahrial ini, KPK bekerja cepat. Bersama Propam Polri, KPK menangkap penyidik berinisial AKP SR yang diduga melakukan pemerasan itu. Dalam kasus ini IPW menekankan KPK tidak sekadar memastikan proses hukum terhadap penyidik yang berasal dari Polri yang diduga memeras itu. Lebih dari itu hukuman mati harus diarahkan kepada yang bersangkutan karena sudah merusak kepercayaan publik pada KPK.
IPW berharap, dalam kasus ini KPK tidak sekadar memegang prinsip zero tolerance terhadap personilnya yang brengsek. Lebih dari itu, kasus ini perlu menjadi pelajaran bagi para pimpinan maupun Dewas KPK untuk mengevaluasi sistem rekrutmen personilnya, terutama rekrutmen untuk para penyidik. Tujuannya agar "citra seram" KPK tidak digunakan untuk menakut-nakuti dan memeras para pejabat di daerah maupun di pusat.
Jika selama ini para terduga korupsi atau tersangka dikenakan rompi oranye dan dipajang KPK di depan media massa, IPW mendesak terduga pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai itu juga dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa. Agar publik tahu persis penyidik KPK yang diduga menjadi pemeras tersebut.
Kejahatan yang diduga dilakukan penyidik KPK itu lebih berat dari korupsi yang dilakukan para koruptor. Sebab dia sudah meruntuhkan harapan publik pada KPK. Jika para elit KPK dengan meyakinkan bahwa mereka tidak akan menolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu, IPW juga berharap KPK jangan menyembunyikan dan melindungi penyidiknya yang diduga melakukan pemerasan. Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk memakaikan rompi oranye dan memajangnya di depan media massa, kata Neta Kamis 22 April 2021.