Investasi Sambung Rasa, Ini Pesan Gus Yahya
Kiai adalah agen dakwah berorientasi peradaban. Sasaran dakwahnya adalah masyarakat sebagai sistem sosial, bukan sekedar jumlah individu-individu.
"Kiai juga mengincar capaian yang transenden, yang melampaui masa hidupnya sendiri. Maka ia membutuhkan titik pancang yang kokoh ditengah lingkungan dakwahnya".
Katib Am PBNU KH Yahya Cholil Staquf, mengungkapkan hal itu, sebagai pesan kebaikan menurut agama Islam. Berikut pesan lengkapnya:
Sebelum menggarap substansi dan mengoperasikan strategi, ia harus meluangkan “investasi” untuk merengkuh social acceptance yang mapan, yakni memastikan dan memelihara kerelaan masyarakat menerima kehadirannya, kemudian mengukuhkan kedudukannya sebagai rujukan paripurna.
"Walaupun waktu itu Desa Kemadu belum sepenuhnya santri seperti sekarang, orang-orang sudah hormat dan segan kepada Kiai Syahid yang masih terhitung muda. Suatu kali, lewat tengah malam, beliau mengajak Kusen, seorang santrinya, berta’ziyah ke rumah seorang warga."
Walaupun waktu itu Desa Kemadu belum sepenuhnya santri seperti sekarang, orang-orang sudah hormat dan segan kepada Kiai Syahid yang masih terhitung muda. Suatu kali, lewat tengah malam, beliau mengajak Kusen, seorang santrinya, berta’ziyah ke rumah seorang warga. Mendekati rumah duka, tampak dari kejauhan banyak orang bercengkerama di rumah itu. Kian dekat, ketahuan bahwa mereka sedang “melekan”, begadang sambil berjudi kartu dan permainan-permainan lainnya.
Kiai Syahid tiba-tiba memutar langkah,
“Ayo pulang saja”, katanya kepada Kusen.
“Nggak jadi, ‘Yai?”
“Enggak… nanti mereka bubar”.
“Kenapa nggak ditegur sekalian saja?”
“Kalau kutegur sekarang, mereka pasti jadi malu, lalu nggak mau ketemu aku lagi…”
Nur Hasyim S. Anam meriwayatkan, suatu siang ketika Syaikhona Kholil Bangkalan sedang mengawasi tukang-tukang bangunan mengerjakan bangunan pondok dibawah terik matahari, seseorang datang bertamu dan menegur,
“Tengah hari kok mengerjakan bangunan, ‘Yai?”
“Memangnya kenapa?”
“Ini ‘kan waktu ‘labuhe dino‘?”
“Oh, gitu ya…”
Syaikhona serta-merta memanggil para tukang,
“Berhenti dulu! Ini waktu labuhe dino!”
Kemudian Tamu diajak duduk didalam rumah. Ternyata hanya sebentar saja sowan, tamu itu sudah tunai hajatnya dan pamit pulang. Setelah tamu tak kelihatan, Syaikhona memanggil lagi tukang-tukang.
“Ayo! Kerja lagi!”
“Lho? Bukannya ini waktu labuhe dino, ‘Yai?”
“Sssttt… ‘labuhe dino‘ sudah pulang…” (*)