Intimate Gamelan di London, Kolaborasi Gamelan dan Cello
Kelompok musik Intimate Gamelan Ensemble, London menggelar pentas komposisi baru sebanyak lima karya dimainkan anggota kelompok terdiri dari dua pemain gender Jawa yaitu Aris Daryono dan Rob Campion, pemain flute Detta Danford dan Cello oleh Natasha Zielbazinski.
“Its amazing dua jenis alat musik yang berbeda seperti gamelan dan cello serta flute bisa menyatu dalam irama yang indah,” ujar Jason. Pria asal Wales yang tertarik pada musik gamelan usai pertunjukan, dikutip ngopibareng.id, dari Antara London, Senin 15 Juli 2019.
Jason yang bekerja di salah satu departemen pemerintah di London mengaku musik gamelan sangat akrab ditelinganya.
“Saya melihat permainan gamelan sewaktu berkunjung ke Jogjakarta dua tahun lalu dan Saya sangat kagum dengan permainan musik traditional Javanese Gamelan dimana suara yang dikeluarkan dari instrumen gamelan yang memberikan perasaan ketenangan. calm!
"Disini Saya pertama kali melihat perpaduan gamelan dan instrument cello dan flute, sungguh indah suaranya,” ujarnya.
Intimate Gamelan Ensemble adalah kelompok musik yang memainkan komposisi baru untuk gamelan dan alat musik barat. Kelompok ini telah beberapa kali mementaskan karya karya baru, terutama karya Aris Daryono semenjak tahun 2012.
Kolaborasi Gamelan dan Cello tampilkan karya baru dari Aris Daryono. Natasha Zielazinski, Detta Danford, Rob Campion dan komposer tamu dari New York yang pada malam konser di Soas London juga hadir seniman gamelan dari Amerika, Jody Diamond.
Aris Daryono, sebagai komposer, serta guru gamelan di Inggris, pada Antara London mengatakan dalam pementasan yang diadakan di School of Asian and African Studies (SOAS), University of London, Inggris juga ditampilkan karya komposer tamu dari New York yang pada malam itu, ditampilkan karyanya Jody Diamond.
Selain karya baru dari Aris Daryono. Natasha Zielazinski, Detta Danford, Rob Campion dan komposer tamu dari New York yang pada malam tersebut juga hadir, Jody Diamond.
Menurut Aris, kelima karya tersebut masing masing mempunyai keunikan sendiri meski kelimanya menggunakan instrumentasi yang sama. Misal komposisi ‘Papat’ karya Aris Daryono, mengeksplorasi konsep gamelan Jawa dimana pemain diberi kebebasan untuk menginterpretasi karya tersebut dengan memilih tempo sendiri, memberi aksentuasi, memutuskan kapan dan berapa lama untuk mengulang sebuah frase, memberi dinamik, memberi artikulasi dan lainnya.
Karya ini juga memberi ruang yang luas untuk para pemain untuk saling berinteraksi layaknya bermain gamelan Jawa.
Karya Rob Campion, pathetan, adalah sebuah karya yang dibentuk dari dua pathetan tradisi yaitu pathet slendro 6 wantah dan pathet pelog lima wantah yang dimainkan secara bersama sama dan ditambah dengan flute sebagai pengganti suling dan cello sebagai ganti rebab.
Karya ‘Matahariku’ Jody Diamond tidak kalah menariknya dimana di dalam karya tersebut para pemain hanya diberi notasi Balungan (melody utama) seperti layaknya notasi gamelan Jawa, dan para pemain diberi kebebasan untuk memilih nada yang berdekatan dengan balungan tersebut dan gender diberi kebebasan untuk memainkan cengkok sesuai dengan balungan.
Sekilas seperti terdengar gamelan tradisi apalagi cello dan flute yang menciptakan frase frase layaknya sindhen dan gerongan. Namun menjelang akhir komposisi, gender dan cello mempunyai jalan sendiri sendiri dan akhirnya keduanya (termasuk slenthem) melebur ke dalam satu lagu, You Are My Sun Shine.
Komposisi Detta dan Natasha merupakan komposisi improvisasi yang sekilas terdengar serupa namun mempunyai konsep yang berbeda. Breath, karya Detta Danford mengeksplorasi pernafasan oleh para pemain yang kemudian diekspresikan lewat instrument masing masing.Sedangkan Natasha lebih memilih detak jantung dari para pemain sebagai patokan pulsa bagi para pemain untuk memainkan instrumentnya.
Jody Diamond mengaku, ia khusus datang ke Inggris dari Amerika untuk terlibat dalam konser kolaborasi musik barat dan tradisional Indonesia.
“Saya senang meliat pzekembangan musik gamelan di Inggris yang tidak kalah dengan di Amerika,” ujar Jody yang mengenal gamelan sejak berusia 17 tahun.