Intervensi Tugas Profesional, Tanda Kematian Hati
Di tengah keriuhan kerja mengatasi suatu masalah, saat ini banyak orang menyampaikan komentar. Padahal, belum tentu ia memahami atau menggeluti bidang yang dikomentari itu. Karena itu, Islam mengajarkan agar setiap orang menghargai seseorang pada keahlian tertentu.
Yang bukan ahli, janganlah turut campur. Demikian berlaku untuk saat ini. Sebagaimana diamati Ust. Muhammad Syamsudin, Tim Peneliti Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Ia mengingatkan cukup banyak tindakan seseorang mengintervensi tugas profesional. Padahal, hal itu tidak ada kaitannya dengan bidangnya. Yang semacam itulah, justru tanda kematian hati.
اجتهادك فيمن ضمن لك وتقصيرك فيما طلب منك دليل على انطماس البصيرة منك
"Intervensimu terhadap profesi orang yang sudah ditetapkan sebagai jaminan buatmu, sementara kamu sembrono (lalai / abai) dalam amal wajib yang seharusnya kamu jalankan, adalah petunjuk padamnya mata hatimu." (Ibnu Athaillah al-Sakandary)
Sibuk menyorot kinerja orang lain, sembari melupakan tugas pokok diri sendiri adalah bagian nafsu lawwamah yang sesekali tiada pernah sudi Allah menyebutnya dalam rangkaian sumpah.
لا أقسم بالنفس اللوامة
Kalau coro kasarnya, seolah Allah SWT berfirman: "Enggak sudi aku bersumpah dengan Demi Nafsu Lawwamah."
Kalau Allah SWT nggak sudi memakai nafsu lawwamah sebagai iringan sumpah, itu berarti nafsu lawwamah merupakan nafsu yang paling buruk. Bahkan jauh lebih buruk dari binatang kuda, atau makhluk benda mati lainnya, yang turut senantiasa disertakan dalam sumpahnya Allah. Wa al Syamsi wa Dluhaha. Wa al qamari idza talaaha. Dan seterusnya masih banyak lagi.
Ini setidaknya menjadi isyarat, bahwa maido atau mengintervensi profesionalitas orang lain yang sudah bekerja mengikuti fardlu kifayah keprofesiannya, sebagai bagian penyeimbang dari kebutuhanmu terhadap kehadirannya, adalah tindakan yang tercela. Bagaimana mungkin seorang yang disiapkan sebagai penjamin kebutuhanmu, lantas kamu usik sifat keterjaminannya dan nasehat-nasehatnya!? Ini adalah hal yang aneh.
Kamu bukan ahli bangunan, tapi tahu ada seorang insinyur menghitung dan bekerja mendirikan bangunan, tapi kamu usik perhitungannya, ini bukan hanya sesuatu yang tercela, melainkan juga bathil. Kebathilan itu disebabkan kamu tidak tahu sedikitpun rahasia dari hitungannya, tapi kamu berani membantahnya.
Sama halnya dengan dokter. Nasehat dan resep dokter yang sudah berkecimpung dalam profesi pertolongan, yang seharusnya kamu hadir dihadapannya sebagai seorang yang butuh (murid) karena fitrahmu yang bisa sakit, lantas kamu abai dari nasehatnya dan justru kamu lalai dari memperhatikan keharusan menjaga adab selaku orang yang butuh tersebut (murid), itu adalah sebagian dari tanda matinya hatimu.
Matamu melihat, tapi sejatinya tidak melihat. Telingamu mendengar, tapi sejatinya tidak mendengar. Matamu buta. Telingamu tuli.
Demikian wallahu a’lam.
Advertisement