Integrasi Bisnis-SDGs untuk Pemulihan Ekonomi Paska Pandemi
Oleh Hendro Puspito, SE., M.PSDM.
Wabah pandemi Covid-19 sudah hampir 15 bulan lamanya sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 membawa dampak buruk yang sangat signifikan terhadap perekonomian dunia, termasuk Negara Indonesia. Berbagai perubahan drastis dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat telah mengubah interaksi sosial masyarakat secara keseluruhan. Beberapa industri mengalami pukulan telak dan bahkan ada yang mengalami kebangkrutan.
Beberapa lainnya mendapat mendapat keuntungan dari musibah yang terjadi, namun secara keseluruhan perekonomian Indonesia telah mengalami kontraksi yang begitu menakutkan. Situasi perekonomian Indonesia saat ini sedang tidak sehat. Pertumbuhan ekonomi berdasarkan perhitungan Year on Year pada kuartal pertama tahun 2020 menunjukkan adanya pelemahan dengan hanya mencapai 2,97% saja.
Data pada kuartal kedua juga kurang bersahabat dengan menunjukkan kemunduran yang dalam sebesar -5,32%, terburuk sejak tahun 1999. Perkembangan krisis kesehatan yang berdampak pada ekonomi dunia ini praktis membuat seluruh negara di dunia harus mundur dengan rencana-rencana strategis yang telah ditetapkan semula untuk kemudian digantikan kebijakan tanggap darurat dengan memobilisasi semua sumber daya untuk mengatasi wabah Covid-19. Sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan negatif, seperti industri transportasi yang mengalami pertumbuhan terendah dengan nilai sebesar -30,84%.
Namun beberapa sektor masih mengalami pertumbuhan positif, seperti sektor informasi dan komunikasi, jasa keuangan, pertanian, real estate, jasa pendidikan, jasa kesehatan, pengadaan air, dan lain sebagainya. Perekonomian nasional dari segi pengeluaran pun semakin melengkapi data penurunan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada kuartal kedua tahun 2020, data mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar -5,51%, pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -6,90%, ekspor tumbuh sebesar -11,66%, dan impor tumbuh sebesar -16,96%. Data-data tersebut mengkonfirmasi kontraksi yang dialami oleh sebagai besar sektor industri yang beroperasi di Indonesia.
Menakar Kebijakan Pemerintah
Dampak sosial dan ekonomi yang melanda Indonesia akibat pandemi ini memaksa semua level pemerintahan baik pusat dan daerah untuk melakukan koreksi terhadap rencana pembangunan yang telah ditetapkan. Terutama yang telah dituangkan dalam dokumen perencanaan dan anggaran mengingat pada saat menyusun sama sekali tidak memperhitungkan pandemi. Penyesuaian yang tepat dan kebijakan yang terukur dalam menangani wabah corona akan menjadi titik awal untuk pemulihan. Terdapat tiga kebijakan pembangunan yang dipilih dan menjadi strategi terpadu percepatan pembangunan daerah dalam RPJMN 2020-2024.
Pertama, percepatan pembangunan daerah diletakkan dalam dua pendekatan koridor, yakni koridor pertumbuhan yang menekankan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan basis keunggulan wilayah yang dapat meningkatkan nilai tambah, devisa, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi wilayah serta koridor pemerataan yang mendorong pengembangan wilayah penyangga (hinterland) di sekitar pusat pertumbuhan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat sesuai prinsip “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals", yakni tidak meninggalkan satu pun kelompok masyarakat atau no one left behind.
Kedua, pengembangan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan afirmatif untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kecamatan lokasi prioritas perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar dan terdepan. Pola afirmatif diarahkan untuk perluasan akses pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana perumahan, air bersih dan sanitasi, listrik, peningkatan konektivitas dan pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi sebagai basis ekonomi digital, juga perluasan kerja sama dan kemitraan dalam investasi, promosi, pemasaran, dan perdagangan.
Ketiga, pembangunan desa terpadu sebagai pilar penting dari percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal dalam periode lima tahun ke depan. Sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mendukung RPJMN 2020-2024 Prioritas Nasional 2 yaitu Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan, maka Kementerian PPN/Bappenas melakukan mainstreaming 62 daerah tertinggal sebagai lokasi prioritas daerah afirmasi. Berbagai program pembangunan yang dibiayai dari skema anggaran kementerian/lembaga maupun dari skema Dana Alokasi Khusus (DAK) diarahkan untuk fokus memprioritaskan daerah afirmasi sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal guna mengoptimalkan kerangka kebijakan Major Projects.
Tujuan Integrasi Bisnis - SDGs
Sustainable Development Goals adalah suatu proses perubahan dengan eksploitasi sumber daya alam, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi dan perubahan institusi dibangun agar serasi konsisten dengan kebutuhan masa depan maupun masa kini. Pola pendekatan Sustainable Development Goals agar pembangunan ekonomi dilaksanakan dalam konteks sosial masyarakat dan semua ini kemudian bermuara dalam ruang lingkup ekosistem sumber daya alam dan lingkungan hidup. Masing-masing pilar turut mempengaruhi perkembangan pilar lainnya dalam hubungan serasi, utuh, lestari dan berlanjut. Keadaan ini mendorong perlunya cara pembangunan yang baru, cara pembangunan yang memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat (people and profit), dengan tidak memberikan dampak buruk pada lingkungan hidup (planet), sehingga kualitas kehidupan saat ini tidak terganggu dan sumber daya alam akan tetap terjaga untuk menopang kehidupan generasi mendatang.
Paradigma pembangunan yang selama ini lebih mengutamakan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan hidup, sudah dapat diubah menjadi pembangunan yang menyeimbangkan antara pemenuhan kehidupan saat ini tanpa membahayakan keadaan lingkungan serta bermanfaat untuk kehidupan generasi mendatang. Paradigma pembangunan seperti ini dikenal dengan pembangunan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, dan dengan sejarah panjang perjuangan pembangunan berkelanjutan, maka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan secara nyata sudah tidak dapat ditunda lagi.
SDGs (Sustainable Development Goals ) kedepannya akan menjadi peranan penting dalam pemulihan ekonomi, sehingga pelaku usaha harus mengintegrasikan ke bisnis model mereka. Program SDGs mengalami kemajuan hingga saat ini yang dimana sejak di adopsi pada th 2015, salah satunya adalah kerjasama dari semua pemangku kebijakan. Ada 17 goasl atau sasaran SDGs di targetkan selesai pada th 2030, salah satu yang sasaran 17 adalah dengan mengadakan kerjasama atau bersinergi demi mencapai tujuan bersama yang telah di sepakati. Ada tiga hal dari tujuan SDGs yang saling keterkaitan satu dengan yang lain, yakni kemajuan ekonomi, social dan lingkungan.
Dukungan Pemerintah bagi pelaku usaha sangat besar dengan mengimplementasikan kebijakan percepatan pelaksanaan berusaha yang di tuangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 yang dimana pemerintah merubah paradigm birokrasi, yang sebelumnya penguasa dan birokrat menjadi pelayan masyarakat. Salah satunya dengan mempermudah perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( PTSP ) dan sudah terintregrasi secara elektronik atau Online Single Submission ( OSS ). DPR juga berkontribusi dengan mengesahkan Undang – undang Cipta Kerja ( UU Ciptaker ) sebagai salah satu terobosan dalam memangkas regulasi yang selama ini sangat membebani para investor yang akan berinvestasi di indonesia. Salah satu cluster yang ada dalam Omnibas Law tersebut memiliki banyak keuntungan diantaranya mempermudah perizinan dan usaha sehingga para pelaku usaha bisa memanfaatkan fasilitas dari pemerintah dengan di permudahnya pembuatan PT yang tidak ada lagi modal minimum.
*) Hendro Puspito, SE., M.PSDM adalah pengusaha dan mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.