Insting Bupati Yani
Insting terkadang sering bisa menyelamatkan banyak orang. Tak terkecuali Bupati Gresik Fandi Yani Ahmad. Instingnya bisa mengatasi banyak pasien Covid-19.
Kok bisa? Beberapa saat setelah dilantik, ia menemukan terminal gas oksigen milik PT Samator. Yang letaknya hanya 1,5 kilometer dari RSUD Ibu Sina Gresik. Satu-satunya RS milik pemerintah di kabupaten ini.
Ia pun memutuskan menyambungkan terminal itu dengan pipa. Untuk memasok kebutuhan rumah sakit terbesar di kabupaten yang dipimpinnya. Jauh hari sebelum ledakan gelombang pandemi baru.
Tak habis banyak. Kurang lebih Rp1,5 milyar. "Ini yang menyelamatkan banyak orang. Sebab, dengan keputusan menyambung pipa gas ke RS itu menjadikan kami tak kekurangan oksigen," katanya dengan santai.
Bupati yang masih muda itu tak banyak bicara. Tapi yang dilakukan sering strategis. Dalam masa jabatannya yang masih belia. Belum ada setahun menjadi orang pertama di Kabupaten Gresik.
Semula saya agak pesimistis. Sebab, ia orang yang belum lama berkecimpung di politik dan belum mengenal banyak birokrasi. Ia adalah seorang pengusaha. Putra dari pengusaha tranportasi di kota ini.
Ayahnya seorang santri. Haji Nurkholis namanya. Saya mengenalnya sebagai santri setia KH Agus Ali Mashuri Sidoarjo. Beberapa kali barengan umroh dengannya. Santri yang kemudian besanan.
Ya. Bupati Fandi Ahmad Yani adalah menantu Gus Ali --demikian saya biasa memanggil kiai pimpinan Pondok Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo ini. Yani terpilih menjadi bupati dalam Pilkada 2020. Saat pandemi sudah mulai.
Sebelumnya, ia menjadi Ketua DPRD Gresik. Dari partai pemenang PKB. Namun, ia maju pilkada tidak diusung partainya. Malah diusung partai lain karena PKB mengusung Wakil Bupati saat itu Muhamad Qosim.
Ketika masih menjadi Ketua DPRD, saya sudah melihat potensinya memimpin Gresik. Namun, saat itu, saya melihatnya terlalu dini jika mencalonkan bupati. Saya menyarankan bersabar dulu. Mendalami dulu peta politik dan birokrasi.
Tapi garis tangannya menentukan lain. Di detik-detik akhir pendaftaran calon, ia maju menjadi calon bupati. Dan jadi. Di usianya 36 tahun. Praktis ia memimpin DPRD Gresik hanya setahun kurang 20 hari. Pengalaman singkat sebagai politisi.
Ketika menjadi ketua dewan, dia sudah memasuki masa pandemi. Ia mengusulkan ke Bupati untuk menganggarkan jaring pengaman sosial bagi terdampak pandemi. Nilainya sampai Rp300 miliar. Lumayan besar.
Tapi ia melihat program itu tak berjalan efektif. "Kurang bisa menggerakkan ekonomi kalangan bawah. Bermakna, tapi kurang nendang. Apalagi tumpang tindih dengan program provinsi. Yang juga membagikan BLT," katanya.
Setelah jadi bupati, ia menyadari pandemi ini ternyata tidak segera selesai. Malah ada gelombang baru yang lebih besar lagi. Dengan varian Delta yang penularannya jauh lebih tinggi. Ini pekerjaan maraton dan butuh endurance tinggi.
Ia mengoptimalkan penanganan Covid dengan menjadikan RSUD Ibnu Sina sebagai pusat perawatan. Juga isolasi terpusat di Stadion Joko Samudra. Ketika RS lain kesulitan oksigen, RSUD Ibnu Sina tak mengalaminya. Karena sudah tersambung dengan sumbernya langsung.
Ia tak minta RS Swasta ikut menangani pasien Covid. Tapi menangani pasien non-covid. Sehingga warga yang membutuhkan pelayanan lain juga tertangani. "Apalagi mereka sambat pencairan dana pasien Covid juga lama. Bikin mereka ngos-ngosan," katanya.
Saya belum tahu apa langkahnya dalam menghidupkan ekonomi Gresik pasca pandemi. Yang kita belum tahu kapan terjadi. Yang pasti, Bupati Yani memastikan kini BOR RSUD telah turun drastis. Tinggal 50 persen. Isoter tinggal 40 persen.
Sayang saya lupa menanyakan perkembangan terakhir berapa yang terpapar Covid, berapa yang sembuh dan berapa yang meninggal. Saya hanya bisa intip update data di Satgas Covid-19 Kabupaten Gresik.
Terakhir, data itu diupdate 3 Agustus lalu. Menurut data tersebut, jumlah warga Gresik yang terkonfirm kena Covid 11.249. Yang sembuh 7.256. Sedangkan yang meninggal 621. Yang pasti, selama ini tak muncul ribut-ribut soal Covid di kabupaten ini.
Sayang juga saya tidak bisa membandingkan lebih detil kenaikan dan penurunan kasus Covid di Gresik. Sehingga bisa dilihat seberapa besar kebijakan bisa mengendalikan tingkat penularan virus ini. Tapi setidaknya ada langkah dan kebijakan pemerintah yang dilakukan.
Yang pasti juga, tampak Bupati Yani memikirkan banyak hal tentang kabupaten yang dipimpinnya. Termasuk ingin menjadikan sebagian kawasan JIIPE sebagai pusat pendidikan vokasi. Mempersiapkan anak-anak Gresik bisa terserap lapangan kerja yang butuh keahlian dan keterampilan.
Bagi saya, seorang kepala daerah sekarang sudah cukup bagus jika mampu melihat masalah yang dihadapi, bertekad untuk memecahkan dan bisa mengeksekusinya. Sekecil apa pun inovasi di bidang layanan dasar --administrasi, kesehatan dan pendidikan-- akan memberi harapan.
Bupati Yani masih begitu panjang karir politiknya. Ia harus menjaga endurance komitmennya untuk memajukan Gresik. Jangan sampai tersandung di tengah jalan. Seperti seorang bupati muda yang punya visi besar tapi tersungkur oleh kerikil di tengah jalan.
Saya jadi berharap banyak dari bupati muda ini. Namun tak ingin ia terperangkap oleh berbagai jebakan politik yang mungkin disebar lawan maupun orang-orang terdekatnya. Kita butuh pemimpin yang bisa memajukan kota santri ini.
Kota santri yang telah menjadi kota industri. Dua kata berakhir i tapi mungkin bertolak belakang dalam arah dan orientasi. Kota santri lebih berorientasi ukhrawi. Sedangkan kota industri berorientasi duniawi.