Inovasi Warga Probolinggo, Masak Pakai Biogas Saat LPG Langka
Ketika sebagian warga di Probolinggo kelimpungan karena sulit mendapatkan LPG, tidak demikian dengan puluhan warga di Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. Maklum sejak 2014 silam, mereka sudah berlangganan biogas untuk memasak, yang disalurkan dari instalasi pengolahan limbah cair tahu di Kedungasem.
"Syukurlah puluhan kepala keluarga (KK) di sini sudah memanfaatkan biogas untuk memasak. Jadi mereka tidak kesulitan saat LPG langka," kata Mahfud Sidik, pemilik pabrik tahu Proma di Kedungasem, Senin, 31 Juli 2023.
Di pabrik tahu di Jalan KH Hasan Genggong itu, Mahfud menceritakan, ihwal limbah cair di tempat usahanya. Awalnya limbah cair pabrik tahu yang berdiri sejak 1984 itu langsung dibuang ke Sungai Kedungasem.
Kemudian pada 2014 lalu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mengolah limbah pabrik tahu Proma. "Anggarannya sekitar Rp300 juta dari APBD Kota Probolinggo, konsultan dan tenaga ahlinya dari BPPT," kata Mahfud.
Secara garis besar, kata Mahfud, limbah cair pabrik tahu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terletak di dalam tanah.
"Di dalam tabung reaksi ini, limbah cair diberi potongan bambu. Kata tenaga ahli dari BPPT, potongan bambu itu tempat bersarang bakteri pengurai limbah cair," katanya.
Setelah itu tabung ini menghasilkan biogas, yang kemudian ditampung di dalam tabung fiber berukuran besar. "Kapasitas tabung fiber ini maksimal bisa menampung 27 meter kubik," kata Mahfud.
Biogas inilah yang kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga di sekitar pabrik tahu Proma. "Awalnya, pasokan biogas bisa melayani 25 KK, dua tahun kemudian berkembang menjadi 46 KK," katanya.
Tetapi belakangan jumlah KK yang dipasok biogas berkurang. "Ini dampak dari Covid-19, juga karena produksi tahu berkurang sehingga volume limbah cairnya juga berkurang," ujar Mahfud.
Kini, tinggal sekitar 20 KK yang dilayani biogas dari pabrik tahu tersebut. Sebagian warga di sebelah utara pabrik yang tidak terlayani biogas memilih menggunakan LPG subsidi 3 kilogram atau dikenal sebagai LPG melon. Sebagian lagi memilih memasak menggunakan kayu bakar.
Murah Meriah
Biaya berlangganan biogas yang dikelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Kedungasem itu sungguh murah. Setiap pelanggan dikenai biaya Rp30.000 per bulan.
"Itu pun biaya langganan biogas sebenarnya hanya Rp15.000, yang Rp15.000 lagi merupakan tabungan yang dibagikan menjelang lebaran," kata Ernawati, 44 tahun, ibu rumah tangga, pelanggan biogas.
Mahfud Sidik selaku Ketua KSM Kedungasem membenarkan, murahnya tarif biogas yang dikelolanya. "Rp30.000 itu setara dua sampai tiga tabung LPG melon. Itu pun sudah termasuk tabungan Rp15.000," ujarnya.
Uang iuran pelanggan biogas, kata Mahfud, dipergunakan untuk perawatan jaringan pipa. "Misal ada penggantian pipa yang rusak atau bocor," katanya.
Soal kualitas api kompor yang berbahan biogas diakui Ernawati. Selain murah meriah, api kompor biogas juga berwarna biru (berkualitas). "Memang tekanannya tidak sekeras gas LPG melon, tapi api biogas juga biru, kalau dipakai masak juga sama seperti LPG melon," katanya.
Advertisement