Inovasi Prabu Kresna Sulap Keresahan Jadi Keuntungan Petani Rahayu
Senyum merekah terpancar dari sejumlah petani yang berada di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Rabu 14 Agustus 2024 pagi. Mereka begitu antusias menyambut panen raya padi organik program pengembangan masyarakat dari PT Pertamina EP Sukowati Field.
Di momen itu, para petani begitu bahagia karena dapat melakukan panen tanpa ada satupun tanaman yang puso alias gagal panen. Padahal, setiap musim panas kekeringan menjadi ancaman.
Namun, memang padi organik yang ditanam berbeda dengan padi-padi biasanya. Padi tersebut memiliki kelebihan ketahanan terhadap cuaca panas dan tidak terlalu memerlukan banyak air. Sedangkan, sebelumnya air menjadi masalah karena kondisi tanah yang rusak.
Sempat ragu di awal karena tidak yakin pertanian padi organik akan gagal di tempatnya. Nyatanya, saat pertama kali di coba meski agak rumit namun ia bisa memangkas biaya produksi tidak sampai penggilingan.
"Kalau produksi biasanya yang konvensional bisa Rp12 juta, kalau organik ini sekitar Rp9 juta sampai Rp10 juta per hektare," kata pria yang akrab disapa Pak Sutikno itu.
Ia mengatakan, bahwa pengurangan biaya itu terdampak dari penghentian penggunaan pestisida untuk membunuh hama. Nyatanya, tak sekadar hama saja, penghentian pestisida yang diganti pupuk kompos bisa membuat tanah yang rusak menjadi subur.
Selain itu, pupuk organik yang terbuat dari kotoran hewan ternak seperti sapi, kambing, dan ayam dicampur dengan beberapa bahan bisa membuat tanaman padi organik tumbuh dengan baik.
Program pendampingan yang difasilitasi Pertamina EP Sukowati Field pun membuat banyak petani yang kini beralih dari buruh tani menjadi petani untuk dirinya sendiri. Sebab, seluruh kebutuhan mulai pupuk organik hingga Micro Organism Local (MOL) sebagai pupuk organik cari yang bisa dibuat sendiri. Sehingga tidak memerlukan biaya untuk membeli.
Inovasi yang dilakukan Pertamina tersebut berhasil membuatnya bahagia, pasalnya ia bisa meraup keuntungan lebih besar. Apalagi, seperti beberapa waktu lalu terjadi peningkatan harga beras medium membuat orang beralih ke beras organik yang harganya Rp20.000 per Kg.
"Dari 6 ton gabah (organik) itu bisa 4 ton beras itu dikali Rp20 ribu ketemu Rp80 juta. Terus Rp80 juta itu dikurangi biaya operasional total Rp30 juta ketemu Rp50 juta untungnya," beber Pak Wo.
Berbeda dengan konvensional, petani biasanya menjual gabah kering yang kini harganya Rp6.000 per Kg. Maka keuntungan yang didapat semakin kecil.
Soal rasa ia memastikan tak perlu ragu, karena campuran pupuk organik membuat rasanya lebih nikmat dan tahan lama maksimal tiga hari tidak basi.
Program ini tak hanya dirasakan Sutikno seorang, Kasurip, 62 tahun, juga mengubah dirinya dari status buruh tani menjadi petani bagi dirinya sendiri. Di atas lahan 1 hektare ia bisa menghasilkan 7,2 ton dalam sekali panen.
Ia mengaku sangat terbantu dengan program ini yang memberikan peningkatan kapasitas dan endingnya memudahkan para petani. "Sekarang sudah tidak susah (cari pupuk), sudah bisa pake organik lebih subur dan bisa bikin sendiri," aku Kasurip.
Untuk pupuk kompos ia mengambil bahan kotoran hewan ternak milik tetangga. "Saya pupuk kompos tidak beli, malah sama tetangga di suruh ambil. Soalnya dulu permasalahan lingkungan jadi kotor sekarang disuruh ambil akhirnya peternak bersyukur. Sebagai ganti kalau panen kasih 5 Kg beras," ujarnya.
Sementara itu, Arif Rahman Hakim selaku Field Manager PT Pertamina EP Sukowati mengatakan, dalam program ini pihaknya sengaja memberikan dukungan kepada masyarakat terkait isu lingkungan. Hal ini sebagai komitmen menjaga kelestarian lingkungan.
Salah satunya melalui program pertanian organik yang diharapkan mampu meningkatkan penghasilan para petani tapi juga melindungi lingkungan.
"Penerapan program ini berhasil melakukan perbaikan lingkungan khususnya pada aspek perbaikan tanah lahan pertanian. Serta, perbaikan rantai ekosistem pada lahan pertanian, serta berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan petani," kata Arif.
Ia tak menutup kemungkinan jika program ini bisa diperluas melihat dengan situasi dan kondisi yang ada. Untuk saat ini, tercatat direplikaso di tiga desa di Bojonegoro yakni Desa Sambiroto, Desa Ngampel dan Desa Campurejo.