Inilah 9 Etika Puasa Mengasah Jiwa, Pesan Prof Ali Aziz
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah :183)
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Penulis Buku “60 Menit Terapi Shalat Bahagia”, menyampaikan pesan-pesan dalam menunaikan ibadah bulan suci Ramadhan:
Untuk membentuk pribadi unggul dan berkualitas, Anda sebaiknya tidak hanya berpuasa berdasar aturan-aturan standar belaka, tapi harus juga diperhatikan beberapa etika puasa.
Pertama,
Sertakan semua indera Anda untuk berpuasa, sebab kemuliaan Anda sangat ditentukan ketakwaan indera tersebut.
Puasa perut, tanpa puasa indera adalah puasa nihil makna. Puasa harus dilakukan bersamaan antara puasa perut, puasa di atas perut yaitu hati dan kepala dan puasa di bawah perut yaitu nafsu seksual.
Kedua,
Bebaskan perut Anda dari makanan dan minuman untuk berbuka dan sahur yang tidak jelas halalnya (syubhat), apalagi yang haram. Jangan sekali-kali berbuka puasa dengan makanan yang syubhat. Juga, pilihlah tempat berbuka yang bernuansa ilahiyah.
Maka berbuka dengan keriangan di tengah keluarga, di mushalla, masjid atau bersama dengan orang-orang miskin jauh lebih merangsang kemuliaan daripada di warung, pasar atau hotel-hotel.
Ketiga,
Puasakan semua anggota badan Anda dari tindakan yang tidak bernilai atau tidak menambah poin kebajikan akhirat, walaupun tindakan itu diperbolehkan. Ingatlah pesan Nabi SAW:
“Termasuk tanda ketinggian iman seseorang adalah keberhasilannya menjauhi hal-hal yang tidak bernilai baginya.”
Perintah Nabi SAW tersebut harus diperhatikan, lebih-lebih pada bulan suci. Anda harus selektif: benar-benar cerdas memilih yang sangat bernilai ketika Anda di depan televisi, internet, telepon seluler dan sebagainya.
Keempat,
Hindari tidur berkepanjangan di siang hari sehingga produktifitas kerja Anda menurun dan mengumbar nafsu makan di malam hari sehingga Anda bermalasan ibadah. Anda dipastikan gagal memberikan pelatihan jiwa jika etika ini dilanggar.
Kelima,
Makanlah dengan porsi dan menu seperti hari-hari biasa di luar Ramadhan. Jauhi Ramadhan konsumtif apalagi berlebih dan mengundang kemubadziran. Semua makanan yang melebihi kebutuhan tubuh menjadi investasi penyakit masa depan. Dengan memperhatikan etika keempat dan kelima, Anda diharapkan berhasil “menerawang” (mukasyafah) akhirat lebih jelas, bisa menikmati kemesraan dengan Allah dan meraih cahaya Ramadhan yang sesungguhnya. Orang-orang shaleh terdahulu selalu menambah ibadah Ramadhan sekalipun sudah maksimal ibadahnya di luar Ramadhan. Mereka juga bersungguh-sungguh mengurangi syahwat makanan di malam hari.
Keenam,
Jadikan Ramadhan bulan sedekah berupa pemberian makanan berbuka untuk mereka yang berpuasa, memberi makanan untuk penguat puasa mereka berikutnya, dan membebaskan penderitaan fakir miskin.
Senyum orang-orang miskin adalah senyum Allah untuk Anda. Kesegaran kerongkongan mereka adalah kesegaran kerongkongan Anda di surga kelak. Pahala puasa mereka yang berbuka dan makan sahur atas uluran tangan Anda adalah pahala puasa Anda yang berlipat-lipat.
Ketujuh,
Lakukan shalat Tarawih dengan tenang (tumakninah), tidak tergesa-gesa dalam semua gerakannya serta memperhatikan aturan dan keindahan bacaan Al-Fatihah dan surat-surat lainnya. Para sahabat Nabi dan orang-orang shaleh terdahulu melakukan shalat dengan beberapa kali menuntaskan bacaan 30 juz Al-Qur’an dan beristirahat (Tarawih) sejenak di sela-sela pelaksanaan shalat malam.
Jika tidak bisa meniru demikian, maka jangan terlalu jauh dari kebiasaan mereka, apalagi menjadi orang “bodoh” (istilah Habib Abdullah bin Haddad) yang dikendalikan setan selama Tarawihnya. Berhati-hatilah dengan perangkap setan selama ibadah malam.
Kedelapan,
Bersiaplah setiap malam, lebih-lebih pada sepuluh malam terakhir untuk menyambut malam seribu bulan: Lailatul Qadar. Cahaya malam istimewa itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang menyiapkan hati untuk menyongsongnya. Kaca yang tertutup debu tidak akan tertembus sekuat apa pun cahaya.
Kesembilan,
Lakukan apa saja yang menguatkan silaturrahim dan persatuan umat. Hindari hal-hal yang mengundang konflik dan perpecahan. Tunjukkan selama puasa bahwa Allah SWT ada di mulut, mata, telinga, tangan dan semua anggota tubuh Anda sehingga yang terpancar dari diri Anda adalah ketulusan, kesejukan dan kasih sayang.
Barangkali, itulah sembilan etika yang kita abaikan selama sekian kali Ramadhan, sehingga kita masih jauh dari predikat pribadi yang shaleh, sebagaimana tujuan utama puasa. Anggaplah Ramadhan ini Ramadhan terakhir dalam kehidupan Anda, dan jadikan Ramadhan tahun ini tonggak perubahan besar hidup Anda: la’allakum tattaqun.
(Sumber utama: Kitab Al-Nasha-ih Al Diniyyah wa Al Washaya Al Imaniyyah karya Imam Habib Abdullah bin Haddad dan beberapa sumber lainnya).