Ini Rumah Tinggal Zohri di Lombok. Melas!
Kehidupan sehari-hari pelari Lalu Mohammad Zohri, ternyata belum ‘semengkilat’ prestasinya yang berhasil meraih gelar juara dunia lari 100 meter putra U-20 di Tampere, Finlandia, Rabu malam, 11 Juli 2018.
Atlet asal Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Lombok, Nusa Tenggara Barat, itu berhasil melewati garis finis dengan catatan waktu 10,18 detik. Ia mengalahkan dua atlet Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, yang menempati peringkat dua dan tiga, dengan catatan waktu masing-masing 10,22 detik.
Zohri di kalangan keluarga dan teman kampungnya biasa dipanggil Johri. Dia berasal keluarga nelayan. Dia anak ketiga dari pasangan Saeriah dan Lalu Ahmad. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Semasa hidup, orang tua Johri, Lalu Ahmad bekerja sebagai nelayan dan melakukan pekerjaan sampingan sebagai buruh tani untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sedangkan ibunda Johri, Saeriah meninggal saat Johri duduk di bangku SD.
Ayahnya menyusul menghadap Sang Pencipta hampir setahun lalu. Kala itu Johri sedang di luar daerah melakukan persiapan menghadapi salah satu kejuaraan bergengsi. Namun terpaksa pulang untuk melihat orang tuanya terakhir kali.
“Semasa hidup, orang tua kami sangat mensupport Johri untuk terus mengukir prestasinya. Alhamdulillah amanat itu dijalankan dan sekarang telah mengharumkan nama Indonesia. Kami sangat bersyukur,” kata Ma’rif, kakak Lalu Muhammad Johri kepada wartawan.
Ia menceritakan, saat pertama kali ditawari mengikuti kejuaraan, Johri sempat menolak. Beragam alasannya. Salah satunya persoalan biaya yang dikhawatirkan. Namun dengan support orang tua yang mengharapkan Johri tetap ikuti, akhirnya membangun semangatnya menerima tawaran itu.
Lalu Muhammad Johri mengenyam pendidikan SDN 2 Pemenang Barat, dan melanjutkan di SMPN 1 Pemenang. Belum tuntas menjalankan study di SMP itu, Johri mendapat tawaran untuk ikut dalam kejuaraan. Ia dianggap berpotensi dan berhasil hingga beberapa kali menoreh prestasi.
“Dulu saat SMP, Johri terbilang siswa yang malas. Beberapa kali dijemput ke rumah untuk bisa sekolah oleh gurunya, dan bahkan pernah tidak naik kelas satu kali,” kata sang kakak.
Dengan prestasi yang ditoreh Johri saat ini, Ma’rif pun berpesan agar tetap mempertahankannya demi mengharumkan nama bangsa Indonesia. Namun Johri juga diingatkan tetap memperhatikan masa depannya.
Tidak kalah penting. Ma’rif juga sangat berharap pemerintah memberikan perhatian atas prestasi adiknya. Kehidupan keluarga Johri masih memprihatinkan.
Jika Johri pulang kampung, dia biasanya tidur di rumah peninggalan orangtuanya. Jangan bayangkan rumah ini mewah. Rumah peninggalan orangtua Johri hanya berdindingkan gedhek dengan lubang di sana sini.
Sementara langit-langitnya juga hanya ditutup dengan gedhek, meski semua tak tertutupi. Sedangkan lantainya hanya beralaskan, alas plastik usang. Tak ada perabot mewah di rumah peninggalan orangtua Johri ini.
“Johri kalau pulang tidur di rumah bedek peninggalan orang tua kami. Kami sudah usulkan bantuan program rumah kumuh dari pemerintah Lombok Utara, namun belum ada kabar sampai saat ini,” kata Ma’rif.
Advertisement