Ini Rapor Merah Bupati Jember Versi Aktivis PMII
Ratusan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Jember menggelar aksi long march dari depan Universitas Jember menuju kantor Bupati Jember, Selasa, 08 Maret 2022 siang. Mereka memberikan rapor merah kepada Bupati Jember Hendy Siswanto.
Ketua Cabang PMII Jember Mohammad Faqih Al Haramain mengatakan, satu tahun Hendy Siswanto memimpin Jember masih banyak persoalan yang belum terselesaikan. Hal itu diperparah dengan lahirnya kebijakan Hendy Siswanto yang kontroversial.
Salah satu kebijakan awal bupati adalah pembangunan infrastruktur jalan dan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU). Namun proyek itu masih belum menyentuh jalan yang menghubungkan antar dusun di desa-desa.
“Proyek multi years pembangunan jalan hanya dilakukan di jalan penghubung antar kecamatan dan ada jalan yang masih bagus di kota diaspal lagi. Sementara jalan penghubung antar dusun di desa-desa masih belum,” kata Faqih.
Selain itu Bupati Jember juga terlambat mengajukan perubahan APBD 2021 kepada pemerintah provinsi. Hal itu berpotensi menimbulkan Silpa tinggi dan perencanaan pembangunan yang terhimpit waktu.
Hendy juga dinilai kurang memperhatikan nasib guru ngaji dan Guru Tidak Tetap (GTT). Terbukti honor terhadap mereka mengalami keterlambatan hanya karena persoalan administratif.
Semestinya pihak pemkab sudah mengantisipasi hal itu agar honor para guru ngaji tak sampai terlambat . Begitu pula nasib guru honorer di lembaga negeri dan swasta yang hingga saat ini masih terjadi kesenjangan.
“Berdasarkan SK gaji guru honorer yang berada di sekolah negeri mencapai Rp 1.200.000. Sementara di sekolah swasta yang hanya berkisar Rp 200.00-Rp 300.000,” tambah Faqih.
Tidak cukup sampai di situ, serapan anggaran beasiswa tahun 2021 juga rendah. Dari total 2.500 hanya tersalur kepada 5.000 penerima saja.
PMII juga menilai bupati Hendy Siswanto gagal menjadikan Jember sebagai pusat komoditas pertanian di tingkat nasional dan internasional, menyejahterakan rakyat dengan menjaga ketersediaan pupuk sepanjang tahun dan menjadi stabilitator harga hasil tani padi di pasar.
Hingga saat ini petani Jember masih kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Hendy pernah merencanakan pembangunan pabrik pupuk organik, namun sampai saat ini belum jelas tindak lanjutnya, sehingga kelangkaan pupuk tak dapat dihindari.
Di tengah persoalan pupuk, muncul kebijakan konversi tanaman buah naga menjadi kelengkeng di lahan milik pemkab di Rembangan. Padahal program itu tidak terdapat dalam RPJMD dan APBD Jember.
PMII juga menagih janji bupati yang mau membangun pusat pelelangan ikan yang bersih dan baik sehingga dapat menjaga kualitas dan meningkatkan harga jual ikan. PMI curiga rencana itu hanya sekadar bualan yang dimasukkan dalam janji politik saat kampanye saja.
“Itu persoalan perikanan. Bupati Hendy juga belum serius menyikapi konflik horizontal di Kecamatan Gumukmas akibat dari munculnya tambak udang modern. Padahal masyarakat dirugikan dengan limbah dari tambah itu,” lanjut Faqih.
PMII juga menyoroti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang belum berpihak kepada rakyat. Bahkan terkesan menindas alam dengan tidak membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW.
Lebih lanjut Faqih menilai kepemimpinan bupati dan wakil bupati hari ini pincang dalam berjalan mengarahkan pembangunan Kabupaten Jember.
Sementara Bupati Jember Hendy Siswanto berterimakasih kepada aktivis PMII Jember yang sudah melayangkan kritik kepada dirinya selama satu tahun memimpin Jember. Hendy mengakui program-program yang dilakukan selama satu tahun masih jauh dari sempurna.
Hendy bersama Wakilnya berkomitmen untuk memperbaiki program yang belum sempurna itu. Hendy juga memastikan siap kapanpun dikritik oleh masyarakat maupun mahasiswa.
Hendy berjanji akan mempelajari sejumlah program yang dikritik oleh PMII Jember. Hendy akan berdiskusi dengan OPD terkait untuk kebaikan masyarakat Jember.
Kendati demikian Hendy menolak menandatangani beberapa tuntutan yang disampaikan aktivis PMII Jember. Hendy beralasan dalam tuntutan itu ada beberapa poin yang perlu didiskusikan dengan OPD terkait.
“Sebenarnya saya bisa langsung menandatangani ini, namun saya hanya pengambil kebijakan. Sedangkan yang lebih mengetahui terhadap persoalannya adalah OPD terkait. Untuk itu kami pelajari dan diskusikan dulu dengan OPD terkait,” kata Hendy.