Ini Motif dan Peran Meirizka Widjaja, Ibu Ronald Tannur dalam Kasus Suap Hakim PN Surabaya
Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan Meirizka Widjaja (MW), ibunda Gregorius Ronald Tannur sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin 4 November 2024.
Penetapan istri mantan anggota DPR RI Edward Tannur sebagai tersangka tersebut berdasarkan surat Nomor: TAP-63/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 4 November 2024.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya menyampaikan, penetapan MW sebagai tersangka dilakukan setelah rangkaian pemeriksaan secara maraton yang dilakukan pihaknya di terhadap MW di Kantor Kejati Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya.
"Tersangka MW telah dilakukan pemeriksaan secara maraton oleh Tim Penyidik di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-54/F.2/Fd.2/19/2024 tanggal 4 Oktober 2024, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi (suap dan/atau gratifikasi) dalam penanganan perkara tindak pidana umum di Pengadilan Negeri Surabaya atas nama Terdakwa Ronald Tannur," terangnya.
Kronologi dari perbuatan tersangka MW yang menyebabkan dirinya ditetapkan sebagai tersangka adalah sebagai berikut. Awalnya, MW menghubungi tersangka LR (Lisa Rachmat) untuk meminta yang bersangkutan bersedia menjadi penasihat hukum Ronald Tannur.
Kemudian, lanjut Harli, LR bertemu dengan MW di sebuah kafe di kawasan MERR Surabaya untuk membicarakan peristiwa yang dialami oleh Ronald Tannur, pada tanggal 5 Oktober 2023. Keesokan harinya, 6 Oktober 2023, MW kembali bertemu dengan LR yang beralamat di Jalan Kendalsari Raya Nomor 51-52 Surabaya.
"Pada pertemuan tersebut tersangka LR menyampaikan kepada tersangka MW ada hal-hal yang perlu ditempuh dan diperlukan biaya dalam pengurusan perkara Terdakwa Ronald Tannur," ungkapnya.
Selanjutnya, LR meminta kepada Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) agar diperkenalkan kepada oknum pejabat di Pengadilan Negeri Surabaya R dengan maksud untuk memilih Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur;
Lalu, LR dan MW menyepakati biaya pengurusan perkara. Apabila ada biaya yang keluar dari LR, maka akan diganti oleh MW. Bahwa setiap permintaan dana dari LR terkait pengurusan perkara, lanjut Harli, selalu dimintakan persetujuan oleh MW.
"Tersangka LR juga meyakinkan tersangka MW untuk menyiapkan sejumlah uang guna mengurus agar oknum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas terdakwa Ronald Tannur," sambung Harli.
Harli juga menjelaskan, selama perkara berproses sampai dengan putusan dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, MW telah menyerahkan sejumlah uang kepada LR sejumlah Rp 1,5 miliar secara bertahap.
Selain itu, LR juga telah menalangi sebagian biaya pengurusan perkara tersebut sampai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan total biaya seluruhnya adalah Rp 3,5 miliar. Adapun uang sebesar Rp 3,5 miliar tersebut telah diberikan oleh LR kepada tiga oknum Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul).
Harli menuturkan, MW dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: Prin-53/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 4 November 2024 di Cabang Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Tersangka MW diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," pungkasnya.