Pengamat: Figur Wali Kota Surabaya Harus Akomodir Kaum Milenial
Pengamat Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo mengatakan figur calon wali kota Surabaya kedepan harus memiliki cara pendekatan yang berbeda dari wali kota sebelumnya.
"Percuma kalau tidak memiliki visi-misi yang jelas. Yang paling penting lagi calon harus bisa menggandeng para millenial Surabaya," katanya, saat dihubungi ngopibareng.id, Jumat, 5 Juli 2019.
Suko menjelaskan, ada beberapa kriteria-kriteria yang harus dimiliki figur calon Wali Kota Surabaya pada Pilkada 2020 mendatang.
Pertama, para calon harus memiliki visi, misi, dan program yang jelas untuk membuat Surabaya menjadi kota Internasional yang dipandang dunia.
"Risma sudah membuat Surabaya dipandang dunia. Namun harus ada perbaikan-perbaikan dan upgrade baru agar Surabaya lebih maju lagi," ujar Suko.
Kedua, para calon wali kota harus memiliki cara untuk melibatkan para millenial untuk turut serta membangun kota ini, mulai dari sektor pendidikan, usaha, olahraga, dan sektor-sektor kreatif lainnya.
Menurut Suko, pemikiran millenial harus bisa direalisasikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Hal itu harus dilakukan agar millenial bisa bangga dengan kotanya.
"Dua hal itu bisa membuat kota Surabaya Lifeable dan Loveable. Sehingga, otomatis Surabaya bakal lebih baik," katanya.
Kriteria ketiga, lanjut Suko, figur calon Wali Kota Surabaya harus memiliki cara komunikasi yang baik kepada warga kota. Agar, program-program kerja Pemkot bisa sampai di masyarakat Surabaya. Sehingga warga bisa nedho nerimo terhadap hal yang dilakukan oleh Pemkot.
Terkait rekam jejak, Suko mengatakan, figur calon wali kota harus memiliki track record yang baik dari segi apapun. Karena pemilih di Surabaya sudah cerdas. Mereka bisa mencari dan menilai rekam jejak calon pemimpinnya.
"Harus dijaga rekam jejaknya. Masyarakat bisa saja melacak rekam jejak figur, apalagi kalau rekam jejak digital. Wah jahat itu. Rekam jejak adalah catatan bagi para calon," katanya.
Menurut Suko, para pemilih Surabaya adalah pemilih yang cerdas dan dewasa, meskinya kalah dalam kontestasi Pilwali. Mereka tak akan menyerang maupun melakukan tindakan kontra dengan pemimpin barunya.
"Orang Surabaya itu kan blak-blakan, kalau jelek ya dibilang jelek. Tapi, fakta saat ini orang Surabaya tidak pernah menyerang secara personal pemimpinnya. Kalau gak suka ya pilkada selanjutnya tidak dipilih lagi," katanya.
Lanjut Suko, beda dengan Jakarta atau Jawa Barat. Mereka justru yang mengkritisi pemimpinnya habis-habisan. "Ya, tadi saya bilang Nedho Nrimo. Karena itu filosofi orang jawa. Harus taat dengan pemimpin," katanya.
Jelang pilkada Kota Surabaya sejumlah nama mulai mucul di media. Seperti Wisnu Sakti Buana (Wakil Wali Kota Surabaya), Eri Cahyadi (Kepala Bappeko), Vincensius Awey, Zahrul Azhar As'ad atau Gus Hans (Politis Golkar ), Fandi Utomo (politisi PKB), Dhimas Anugrah (Politisi PSI), dan Muhammad Sholeh (politisi Partai Gerindra). (alf)
Advertisement