Ini Kabar Terbaru Para ABK yang Dikirim Risma ke Inggris
Tim Delegasi Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus dari Pemerintah Kota Surabaya tiba di Liverpool, Inggris. Mereka sedang menjalani program pendidikan di Sekolah Tuna Netra, St Vincent’s School, Inggris.
Aktivitas dimulai pada hari Rabu, 19 Juni 2019 waktu Inggris. Aktivitas dimulai dengan sarapan bersama dengan para pengajar sekolah. Nah, ini menjadi masalah.
Tim Pendamping Delegasi Pendidikan Kota Surabaya, Supriyanto mengatakan, menu sarapan pagi di sana adalah roti dan sereal lengkap dengan susu dan teh panas.
Hal itu tak lumrah disantap oleh siswa-siswi saat di Surabaya. Akibatnya, sebagian anggota delegasi memilih untuk tidak sarapan, atau hanya makan sedikit untuk mengganjal perut agar tak kelaparan.
Untung saja Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, membekali mereka dengan beras dan mie instan. Sehingga mereka tetap bisa makan masakan Indonesia yang sesuai lidah mereka.
"Sehabis shalat subuh tim kami sudah masak nasi. Jadi semua sudah makan bareng-bareng di asrama. Makanya mereka tak tertarik untuk sarapan roti, sereal, susu dan teh panas," ujar Suprayitno.
Selepas sarapan bersama para pengajar di sekolah tersebut, para delegasi diajak untuk melihat fasilitas yang ada di sekolah itu. Termasuk juga beberapa unit komputer lengkap dengan keyboard khusus bagi penyandang tuna netra.
Suprayitno yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Inggris, dibuat kagum oleh fasilitas yang ada. Bagaimana tidak, hampir semua sisi dinding luar dan dalam kelas St Vincent’s School dipenuhi berbagai karya siswa dan juga poster-poster yang berisi motivasi.
Semua poster dan berbagai tempelan media dan identitas ruang atau penunjuk arah dilengkapi dengan huruf Braille.
"Yang paling menarik adalah beberapa unit Globe Timbul yang dilengkapi dengan huruf braille di Ruang Kelas History, Geografi dan Hukum," ujarnya.
Setelah itu para delegasi bertemu dengan Kepala Sekolah St Vincent’s School, Dr. John A Anderson dan Direktur Program Pelatihan, Mrs Bucle, untuk mendapatkan briefing terkait program yang akan mereka lakukan di Inggris.
Kegiatan di pekan pertama dalam program tersebut adalah perkenalan dan orientasi kampus serta identifikasi siswa. Pada pekan-pekan selanjutnya, kegiatan diisi dengan pembelajaran inti yang akan menggunakan metode Sightbox.
"Saya harap hasil dari metode pembelajaran tersebut, dapat dijadikan suatu percontohan bagi Surabaya, terutama terkait dengan kebudayaan dari kedua kota," ujar John.
John berharap, Pemkot Surabaya dapat membangun sekolah berkebutuhan khusus yang memiliki fasilitas setara Sekolah St Vincent’s. Menurutnya, apabila fasilitas yang disediakan menunjang kegiatan belajar mengajar, itu juga akan dapat menumbuhkan kepercayaan diri seorang anak. Meskipun ia memiliki kekurangan. (alf)