Ini Jou Suba di Festival Biak Munara Wampasi
Jou Suba! Begitulah cara masyarakat Papua menyambut wisatawan yang hadir di Festival Biak Munara Wampasi 2018. Keramahan Papua digambarkan dengan jelas. Jou Suba sendiri berarti selamat datang.
Festival Biak Munara Wampasi 2018 resmi dibuka Rabu (22/8), di Lapangan Kampung Samber, Biak Numfor. Festival yang sudah 6 kali dilaksanakan ini mendapatkan respons besar dari publik.
Sejak awal, sajian khas Papua langsung ditampilkan. Para performer, dengan terampil memainkan alat musik Tifa dan terompet Kima. Sajiannya kian lengkap dengan Tari Wor yang dibawakan dengan atraktif.
Tidak lama kemudian, terdengar Tamberok. Yaitu alat musik dari bambu. Total ada 247 orang yang memainkan Tamberok yang mengiringi paduan suara. Mereka berasal dari 12 sanggar di Biak.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Biak Numfor Turbey Onny Dangeubun, kemasan Festival Biak Munara Wampasi tahun ini lebih menarik.
“Festival tahun ini dikemas lebih menarik. Event ini jadi panggung besar bagi semua potensi yang dimiliki oleh Biak. Semua seni dan budaya terbaik ditampilkan di sini. Seperti Tamberok, mereka ini baru tampil di acara tujuh belasan di Istana Negara kemarin,” ungkap Turbey Onny Dangeubun.
Total, Tamberok menampilkan 10 lagu. 3 diantaranya adalah lagu dari daerah lain. Seperti Rek Ayo Rek, Ampar-Ampar Pisang, dan Si Patokaan. Lagu berjudul Perambo yang menjadi ikon Biak juga dinyanyikan, lalu disusul Tanah Papua. Menyempurnakan penampilan, Tari Pancar yang juga menjadi ikon Biak pun ikut ditampilkan.
Tari Pancar ini menjadi representasi pergaulan para generasi milenial Biak. Tarian ini dibawakan rancak dengan karakter gerakan pancar, pacu tiga, juga seka. Tarian menjadi semakin eksotis dengan kostum yang dikenakannya. Berbeda dengan wilayah lain Papua, baju adat di Biak khususnya pria tidak menggunakan koteka.
“Budaya di Biak ini unik dan agak berbeda dengan wilayah lain di Papua. Baju yang dikenakan memang lebih berwarna. Hal ini tentu memiliki histori yang panjang dan sesuai dengan karakter masyarakat Biak yang ramah,” katanya.
Pria di Biak lebih familiar dengan noken. Ada juga yang mengenakan cidoko. Yaitu rompi khas Biak lengkap celananya. Cidoko terbuat dari kulit kayu manduam.
Caranya, kulit manduam direndam semalam lalu dipukul-pukul sampai lunak. Menambah asesoris, lalu ditambah bulu kasuari atau ijuk. Ditambah juga sentuhan kerang-kerangan untuk menambah nilai eksotis.
Serupa baju adat pria, wanita Biak familiar dengan noken. Perbedaannya, noken ini dibuat memanjang dari dada hingga lutut. Noken ini dibuat dari daur sagu muda. Setelah direndam dan dijemur, daun lalu digilas hingga menjadi lunak.
Menariknya, kaum pria dan wanita sama-sama memakai bantoko. Yaitu, rajah tubuh warna putih dengan motif budaya. Filosofinya simbol harmoni alam dan manusia.
“Baju adat memang menampilkan asesoris dengan warna warni yang kuat. Hal ini juga menjadi simbol keterbukaan masyarakat di Biak. Warna warni ini memang selalu jadi daya tarik. Dan, inilah identitas dari Biak yang penuh energi,” jelas Onny.
Eksplorasi kekayaan Biak pun berlanjut. Festival Biak Munara Wampasi kali ini menampilkan Snap Mor. Yaitu, menangkap ikan dengan peralatan khusus di perairan surut. Peralatannya dinamakan kalawai yang berupa tombak dengan mata banyak. Panjang kalawai sekitar 2,5 meter. Selain itu, masyarakat juga mengandalkan lastok atau senapan molo untuk menangkap ikan.
“Kami memang tampilkan semua kearifan lokal di Biak. Dan, hal ini selalu mendapatkan sambutan luar biasa dari para wisatawan. Kami gembira karena festival ini ramai oleh wisatawan. Apalagi, wisman dari beberapa negara di Asia Timur dan Eropa sudah berada di sini seminggu,” tutur Onny lagi.
Dua hari menggelar event, Festival Biak Munara Wampasi 2018 dikunjungi sekitar 10.000 pengunjung. Untuk wisnus di luar Papua, jumlahnya mencapai 80 orang.
Mengusung tema besar ‘Experience Biak’, festival ini juga menampilkan sisi lain kekayaan kuliner. Sebanyak 90% kuliner yang disajikan adalah khas Biak. Bahan bakunya dominan makanan laut. Festival ini juga menyediakan agenda makan ikan bersama dengan berat bahan baku hingga dua ton.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, experience berbeda telah diberikan Festival Biak Munara Wampasi.
“Festival Biak Munara Wampasi ini sebenarnya event yang besar. Publik sudah familiar dengan festival ini. Melihat potensinya, Festival Biak Munara Wampasi ini masih bisa dikembangkan lebih besar. Kami tentu berharap, festival ini tumbuh menjadi yang terbaik di Papua untuk masa mendatang,” tutupnya. (*)