Ini Bukti Proyek Pemkot Merusak Cagar Budaya Balai Pemuda
Komplek Balai Pemuda adalah cagar budaya, peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang menjadi landmark kota Surabaya, sebagaimana gedung Lawang Sewu di Semarang menjadi ikon kota Semarang. Kebetulan tahun pembuatannya sama, 1907, dan sama-sama pula berdiri di Jalan pemuda.
Bedanya, gedung Lawang Sewu terpelihara dengan baik. Tidak dirusak oleh bangunan-bangunan lain yang mengganggu pemandangan dan keasliannya. Karena dijaga keasliannya itu, tahun lalu Lawang Sewu mendapat IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Award.
Setahun sebelumnya, 2015, Pemkot Semarang mendapat penghargaan sebagai kota yang memiliki Perda bangunan gedung terbaik dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penilaian dilakukan karena Perda yang dibuat juga diterapkan pelaksanaannya.
Beda Semarang dengan Surabaya. Di Surabaya, beberapa proyek yang ada di Balai Pemuda dilakukan dengan melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya . Bahkan melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Di Balai Pemuda, seluruh pelatarannya yang ada digali sedalam 6 atau 7 meter untuk basement atau parkir bawah tanah. Seluruh basement dibagi dalam 3 proyek, masing-masing senilai Rp 20 miliar. Dua basement sudah selesai di pelataran tengah, dan satu proyek di pelataran timur yang menghadap jalan Yos Sudarso akan segera dimulai.
Di pelataran tengah, ada dua bangunan untuk tangga turun ke basement, berada di utara dan selatan. Bangunan untuk melindungi tangga menuju basement di sebelah selatan itu benar-benar dibangun tanpa estetika dan etika sama sekali.
Bangunan yang luasnya 3 X 10 meter dengan tinggi sekitar 3 meter ini sangat merusak Gedung Balai Pemuda sebelah timur, yang memiliki kubah mirip dua kubah Lawang Sewu di kota Semarang.
Proyek basement sangat merusak, padahal Balai pemuda adalah kawasan cagar budaya. Untuk membuat bangunan baru di kawasan cagar budaya persyaratan dan ketentuannya lebih ketat, misalnya Amdal (Analisis Dampak dan Lingkungan). Juga harus mendapat rekomendasi dan persetujuan dari tim independen yaitu Tim Asistensi Gedung dan Bangunan (TAGB).
Bangunan baru yang menempel gedung Balai Pemuda sebelah timur sebagai tempat untuk masuk ke basement itu, sudah pasti tanpa melalui kajian estetika, karena keberadaannya jadi merusak Cagar Budaya.
“Pemkot Surabaya saya nilai ceroboh luar biasa,” kata Slamet Hariyanto, pengacara sekaligus pengamat kota, setelah akhir pekan lalu secara khusus datang untuk menyaksikan bangunan di Balai Pemuda itu.
“Kalau ada anggota masyarakat merusak bisa dipahami karena mungkin tidak tahu aturannya. Tetapi ini kan Pemkot dan pimpinan DPRD sendiri yang merusak, padahal mereka adalah pembuat peraturan. Ini menunjukkan Pemkot dan DPRD bertindak sewenang-wenang dengan melanggar aturan dan etika yang berlaku,” kata Slamet Hariyanto.
Slamet Hariyanto mempertanyakan, mengapa Pemkot dan pimpinan DPRD mengacak-acak Balai Pemuda dengan membuat proyek-proyek yang tidak jelas peruntukannya, kecuali merusak cagar budaya.
“Penghancuran masjid As-Sakinah beberapa waktu lalu adalah bukti bahwa proyek-proyek di Balai Pemuda adalah proyek-proyek yang dipaksakan. Apakah masyarakat Surabaya membutuhkan basement di Balai Pemuda? Apakah masyarakat juga membutuhkan gedung baru untuk Dewan? Kan tidak? Semua ini proyek untuk kepentingan dewan sendiri,” kata mantan anggota DPRD Provinsi jawa Timur ini. (nis)