Tak Ada yang Punya KTP, Seluruh Suku Anak Dalam Tak Ikut Pemilu
Ini fakta luar biasa yang ada di Indonesia. Satu komunitas, yaitu Suku Anak Dalam yang berada di Provinsi Jambi seluruhnya tidak memiliki KTP. Padahal merekalah yang secara turun temurun tinggal di dalam hutan yang berada di Kabupaten Batanghari.
Akibatnya, pada Pemilu 2019 mendatang warga Suku Anak Dalam di Kabupaten Batanghari tidak memiliki hak pilih atau suara karena mereka tidak memiliki KTP sebagai syarat utama untuk bisa ikut dalam Pilpres dan Pileg.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Batanghari, Ade Febriandi, Kamis mengatakan, seluruh warga Suku Anak Dalam di daerah itu belum ada yang melakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik sehingga warga Suku Anak Dalam atau orang rimba di daerah itu dapat dipastikan hak suaranya hilang.
Dia mengatakan, di Jambi, dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pada 2019, hak suara warga Suku Anak Dalam atau komunitas anak terpencil (KAT) tersebut diatur secara khusus dalam peraturan menteri dalam negeri.
Dalam Peraturan menetri dalam negeri (Permendagri) Nomor 11/2010 diatur bahwa warga Suku Anak Dalam atau orang rimba dapat memiliki KTP jika menetap di suatu daerah selama enam bulan. Sementara warga Suku Anak Dalam di daerah itu hidupnya berpindah-pindah atau nomaden dari satu daerah ke daerah lain.
"Selama enam bulan, warga Suku Anak Dalam tersebut akan di inventarisasi yang dilakukan dalam dua tahap," ucap Ade Febriandi.
Pada inventarisasi tahap pertama, warga Suku Anak Dalam harus mentap di suatu lokasi selama tiga bulan. Setelah menetap tiga bulan warga Suku Anak Dalam atau KAT akan mendapatkan Kartu Tanda Komunitas (KTK).
Selanjutnya pada inventarisasi tahap kedua warga Suku Anak Dalam atau KAT harus menetap selama tiga bulan di lokasi yang sama untuk mendapatkan kartu keluarga dan warga Suku Anak Dalam tersebut dapat melakukan perekaman KTP elektronik. Selain itu, warga Suku Anak Dalam tersebut juga harus mendapatkan surat domisili dan surat pengantar dari desa dimana warga Suku Anak Dalam menetap.
"Syarat-syarat tersebut tidak dapat terpenuhi karena warga Suku Anak Dalam tersebut menetap di suatu lokasi tidak sampai enam bulan," tutur Ade Febriandi.
Sementara itu, Dinas Dukcapil Provinsi Jambi pernah meminta agar peraturan tersebut dapat diubah oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah pusat masih mengacu pada peraturan tersebut. (an/ar/ma)