Ini Alasan Pelajaran IPA Kurang Diminati dan Menjadi Momok
Sebanyak 400 Guru IPA mempublikasikan Karya Tulis Ilmiah di Simposium Nasional 2019. Simposium ini diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Para guru tersebut berkompetisi unjuk kebolehan membuat karya tulis selama empat hari, mulai tanggal 25-29 November 2019. Ajang yang diselenggarakan sejak tahun 2012 ini, merupakan perhelatan untuk memublikasikan karya tulis ilmiah guru IPA.
Selain sebagai hasil praktik terbaik, sekaligus sarana berbagi informasi, dan diskusi tentang inovasi dalam pembelajaran IPA.
Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Sri Renani Pantjastuti, mengatakan bahwa hasil karya para guru tersebut menunjukkan bukti kreativitas di bidang pemanfaatan sains. "Saya sudah melihat secara sekilas hasil karya para guru, dan banyak sekali terkait IPA yang bisa diaplikasikan," ujar Direktur Renani saat membuka simposium tersebut, di Jakarta, Rabu 27 November 2019.
Menurut Sri Reno, hasil karya tersebut dapat mendorong minat siswa untuk belajar sains, karena sains merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
"Saya lihat banyak yang bisa disampaikan guru-guru kreatif, belajar IPA itu menarik, dan penting untuk kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Sebanyak 11 sub tema yang digelar dalam simposium ini, yaitu Penguatan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPA; Strategi Pembelajaran IPA Berorientasi pada Keterampilan Abad 21; Penilaian Pembelajaran IPA Berorientasi pada Keterampilan Abad 21; Upaya Peningkatan Kinerja Guru IPA, dan Pengembangan Literasi dalam Pembelajaran IPA.
Selanjutnya adalah Strategi Pembelaraan IPA Dalam Jaringan; Pengembangan Media Pembelajaran IPA; Pengembangan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar IPA; Pengembangan Pembelajaran IPA Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler; Pemanfaatan Laboratorium IPA, dan; Strategi Pembelajaran IPA Daerah 3T.
Iis Dewi Kurnia, peserta dari Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa guru perlu mengubah pola pembelajaran berbentuk diskusi. Sehingga, para guru dapat menggali ketertarikan siswa, dan mendekatkan sains dengan pemanfaatan di dalam kehidupan sehari-hari.
"Pembelajaran yang kami lakukan itu tidak terbatas ceramah, tapi kami bawa materi ke lingkungan sehari-hari seperti (pembuatan) baterai ramah lingkungan," ujarnya. saat memperlihatkan pembuatan baterai.
Iis menjelaskan, siswa berupaya untuk mencari sendiri alternatif baterai yang ramah lingkungan, sehingga pembelajaran sains bukan sekedar penyampaian teori tapi berupaya mengaplikasikan dengan kehidupan yang nyata.