Ini Alasan Organisasi Profesi Kesehatan Jatim Tolak Omnibus Law
Koalisi organisasi kesehatan di Jawa Timur (Jatim) hingga saat ini belum menerima draf asli Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan. Padahal RUU tersebut sudah ramai diperbincangkan di media massa.
Untuk itu mereka menyatakan sikap untuk menolak RUU itu. "Pertama berita Omnibus Law ini sudah besar tapi kami belum pernah tau versi asli maupun konsepnya seperti apa," kata Ketua IDI Jatim, DR Dr Sutrisno, Sp.OG (K), Senin, 14 November 2022.
Dokter Sutrisno mencontohkan, salah satu pasal yang dianggap akan mengganggu profesi kesehatan ialah Surat Tanda Registrasi (STR) yang tidak lagi membutuhkan rekomendasi dari organisasi profesi.
"Nah, ini siapa nanti yang akan mengawasi kompetensi mereka, mengawasi etika mereka. Kami ini tenaga kesehatan yang langsung berhadapan dengan manusia, etika lebih tinggi dari ilmunya, kalau tidak ada yang mengawasi bagaimana nanti," ungkapnya.
Di samping itu, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Jatim, Prof Dr. H Nursalam, M Nurs (Hons) mengkhawatirkan adanya pemangkasan pasal dalam RUU Omnibus Law Kesehatan yang dianggap akan berdampak besar bagi profesi.
"Kami memang belum menerima draf asli, tapi kami mendapatkan bocoran kalau dari 300 sekian pasal di Omnibus Law, hanya dua pasal yang dimasukkan terkait profesi perawat," terangnya.
Padahal, ungkapnya dalam UU Keperawatan saat ini ada 9 pasal yang semuanya penting dan krusial. Menurutnya, bila masalah perijinan hanya selevel ijin pemerintah kekuatannya akan sangat lemah.
"Kalau kami tidak punya wewenang sama sekali, maka ketika pemerintah berganti, peraturan akan berganti terus karena ini levelnya peraturan pemerintah," ungkap Nursalam.
Di samping itu, Prof Nursalam juga mengkhawatirkan ketika perizinan lemah akan lebih banyak RS, SDM ataupun Alkes yang digunakan berasal dari luar negeri.
"Hal ini saya rasa harus menjadi pertimbangan menolak yang lebih besar," imbuhnya.
Di sisi lain, Ketua PDGI Pengurus Wilayah Jatim, Dokter Gigi Sumartono mengatakan, RUU ini akan semakin memberatkan pemerataan dokter di Indonesia.
"Misalnya di Surabaya ini ada 2 ribu dokter gigi sementara di Pacitan hanya 28 dokter, itu menggambarkan disparitas yang masih tinggi. Hal ini karena tidak adannya aturan yang menggambarkan pemerataan kesehatan, harusnya bisa diratakan," jelasnya.
Padahal idealnya, pemerataan dokter harus 90 dibanding 1 tidak hanya berkumpul pada satu kota besar tapi menyebar ke daerah lain.
Pada intinya organisasi profesi (OP) di Jatim menolak UU yang sudah ada dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Kesehatan. Tapi mereka tak menutup kemungkinan untuk duduk bersama dan memberi masukan akan RUU itu.
Untuk diketahui, OP yang menolak RUU tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Jatim, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia Jatim, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) Jatim.
Advertisement