Ini 23 PTS yang Dicabut Izinnya, Dua Berkedudukan di Surabaya
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek), Kemendikbudristek akhirnya membeberkan nama 23 perguruan tinggi swasta yang dicabut izinnya karena bermasalah. Dua di antaranya berkedudukan di Surabaya.
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang dicabut izinnya antara lain karena melakukan penipuan pada mahasiswa, menerbitkan diploma S1 tanpa kuliah dan tidak memiliki program studi (prodi) dan mahasiswa yang jelas.
Berikut ini naman-ama 23 Perguruan Tinggi Swasta yang dicabut izinnya.
1.STIE Islamiyah, Tangerang Selatan
2. Universitas Kartini, Surabaya
3. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Panglima Sudirman, Surabaya
4. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Medan
5. STMIK Tasikmalaya
6. STISIP Kartika Bangsa, Jogjakarta
7. STIH Padang
8. STISIP Padang
9. Sekolah Tinggi Manajemen Taman Pendidikan 45, Bali
10. STBA Widya Dharma, Palembang
11. STIA YPIAMI, Jakarta
12. STIE Gotong Royong, Jakarta
13. STKIP Purnama, Jakarta
14. STISIP 17-8-194, Makassar
15. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nusa Bangsa, Medan
16. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tridharma, Bandung
17. Sekolah Tinggi Teknologi 10 November, Jakarta
18. Universitas Wiraswasta Indonesia, Jakarta
19. Universitas Wiraswasta Indonesia, Bogor
20. STIE Tribuana, Bekasi
21. Universitas Mitra Karya, Bekasi
22. STIE Swadaya Manado, Manado
23. STISIPOL Swadaya,Manado
Lindungi Mahasiswa
“Pencabutan izin operasional sejumlah perguruan tinggi dilakukan untuk melindungi masyarakat, terutama mahasiswa, dari penyelenggaraan pendidikan yang buruk dan penipuan oleh penyelenggara pendidikan yang nakal,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt. Dirjen) Diktiristek, Nizam, dikonfirmasi Senin 12 Juni 2023.
Keputusan untuk mencabut izin operasional 23 PTS tersebut berdasarkan fakta dan data yang tervalidasi. Dimulai dari laporan masyarakat atau hasil pemantauan lapangan di mana setiap laporan masyarakat yang disertai bukti awal selalu ditindaklanjuti dengan pendalaman dan evaluasi lapangan.
“Sebelum menjatuhkan sanksi, Kemendikbudristek terlebih dahulu menurunkan berbagai tim. Mulai dari LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi), Direktorat Kelembagaan, tim Evaluasi Kinerja Akademik, bahkan tim Inspektorat Jenderal. Berdasarkan evaluasi mendalam dan rekomendasi itulah dilakukan pembinaan hingga bila terpaksa dilakukan pencabutan izin,” ungkap Nizam.
Perguruan tinggi yang izinnya dicabut adalah yang melakukan pelanggaran berat. “Bentuk pelanggaran yang terjadi beragam. Misalnya, tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), serta adanya perselisihan badan penyelenggara yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak kondusif. Sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran,” jelas Nizam.
“Jadi, pencabutan izin operasional ini merupakan bentuk pelindungan pemerintah terhadap mahasiswa dan masyarakat. Jangan sampai mahasiswa mendapat ijazah yang tidak sah dan bermasalah di kemudian hari. Kami tidak bisa membiarkan masa depan mahasiswa yang seharusnya cerah, menjadi redup karena praktik perguruan tinggi yang nakal ini," tegas Nizam.
Plt. Dirjen Diktiristek itu berharap kepada para calon mahasiswa yang akan mendaftar kuliah di perguruan tinggi agar berhati-hati. “Jangan mudah tergiur dengan iming-iming beasiswa. Pastikan perguruan tinggi dan program studi yang akan Anda masuki terakreditasi. Saat sudah diterima menjadi mahasiswa, pastikan pembelajaran betul-betul terjadi, serta dosennya kompeten dan sesuai dengan prospektus. Kalau tidak sesuai laporkanlah ke LLDikti terdekat atau melalui laman Lapor di Kemendikbudristek,” lanjutnya.
Hak dan Fasilitasi Bagi Mahasiswa, Dosen, dan Tenaga Pendidik yang Terdampak
Meskipun berdasarkan peraturan pemenuhan hak mahasiswa untuk pindah merupakan tanggung jawab badan penyelenggara perguruan tinggi yang izinnya dicabut. Tetapi pemerintah tetap melindungi, mengadvokasi, dan memfasilitasi mahasiswa yang terdampak untuk pindah dan mendapatkan hak-haknya.
“Mahasiswa yang terdampak dapat menghubungi LLDikti setempat agar dibantu proses pengalihan angka kreditnya. Atau, mahasiswa bisa langsung ke PTS yang sehat untuk pindah. Nilai dan SKS yang sudah diperoleh dapat ditransfer ke PTS baru selama proses perolehan SKS tersebut melalui pembelajaran sesuai standar. Bagi mahasiswa penerima KIP-K, LLDikti juga membantu memastikan agar mahasiswa yang pindah tidak kehilangan haknya,” kata Nizam.
Lebih lanjut Nizam menjelaskan, bagi dosen dan tenaga pendidik yang memiliki rekam jejak baik, akan dipindah ke perguruan tinggi yang sehat. Sementara itu, bagi yang terbukti ikut serta dalam pelanggaran akan diberikan sanksi dan dimasukkan daftar hitam (blacklist).
Terkait penyelewengan sarana dan prasarana, Nizam menjelaskan bahwa hal tersebut diserahkan kepada ketentuan hukum. Begitu pun dengan hal-hal terindikasi pidana lainnya.
“Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, pengenaan sanksi administratif tidak menunda dan tidak meniadakan sanksi pidana. Indikasi pidana akan diproses Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbudristek untuk kemudian diserahkan kepada kepolisian maupun kejaksaan,” pungkas Nizam.
Sampai akhir Maret 2023, tercatat ada 4.231 Perguruan tinggi dengan 29.324 program studi. Selain itu, terdapat lebih dari 9 juta mahasiswa dan 330 ribu dosen yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengaduan masyarakat terkait penyelewengan yang dilakukan perguruan tinggi dapat dilakukan melalui https://sidali.kemdikbud.go.id