Industri Kertas Potensi Polluter Kali Brantas
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ecoton, sumber pencemaran di Kali Brantas, 86 persen berasal dari industri. Limbah cair dari industri kertas dan makanan, turut berkontribusi besar dalam mencemari sungai, yaitu 98 persen.
Tercatat, ada 7 industri kertas yang lokasi buangan limbanya berada di kali Brantas. Yaitu, Tjiwi Kimia Tbk, Mount Dream Indonesia, Surabaya Mekabox, Suparma Tbk, Pabrik Kertas Indonesia – Pakerin, Eratama Mega Surya, dan yang terakhir adalah yang diduga menjadi sumber pencemaran dan menyebabkan ribuan ikan mati pada Jumat 5 Oktober lalu, Adiprima Suraprinta.
“Industri kertas memiliki karakter limbah cair debitnya cukup tinggi. Setiap perusahaan memiliki bak penampung limbah yang terukur. Sehingga, pada siang hari limbah cair yang dibuang ke badan air telah terolah. Namun, pada malam hari di atas pukul 18.00-06.00, air limbah yang dibuang berwarna hitam. Itu mengindikasikan limbah cair dibuang tanpa dioleh,” tutur Prigi Arisandi, Direktur Ecoton.
"Pembuangan limbah cair tanpa diolah ini tentu akan berdampak mencemari laut dan menyebabkan kekacauan pada makhluk hidup di bawahnya. Sebab ketika sedang berlangsung musim kemarau, debit air mengecil hingga 20 m2/detik."
Ia pun menambahkan, industri kertas yang ada di DAS Brantas umumnya menggunakan bahan baku used paper alias kertas bekas yang diimpor dari Amerika Serikat, Eropa, da Australia. Dalam proses produksinya, digunakan proses de-inking atau penghilangan tinta.
Dalam proses tersebut, tinta dihilangkan menggunakan asam-asam pelarut dan menghasilkan studge atau leachet yang berkonsentrasi logam berat tinggi. Bisa dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Tak jarang dalam proses pengolahan bahan baku kertas tadi, membuang serpihan plastik yang berpotensi menjadi mikroplastik ke dalam perairan.
Selain itu, di DAS Brantas, ada tiga industri penyedap masakan dari jepang dan Korea Selatan yang juga memanfaatkan Kali Brantas untuk membuang limbahnya. Yakni Ajinomoto (Mojokerto), Cheil (Ploso Jombang), dan Miwon (Gresik).
Pembuangan limbah cair tanpa diolah ini tentu akan berdampak mencemari laut dan menyebabkan kekacauan pada makhluk hidup di bawahnya. Sebab ketika sedang berlangsung musim kemarau, debit air mengecil hingga 20 m2/detik.
Sementara 10 m2/detiknya diguanakan untuk suplai air ke PDAM Surya Sembada. Penurunan debit air, ditambah dengan adanya limbah cair adalah faktor yang menyebabkan ikan mati dalam jumlah sangat banyak.
Kasus ini, sudah terjadi sejak lama. PG Gempol Kreb bahkan dicap sebagai langganan peembuat ikan mati. Pada tahun 2001, PG Ngadirejo bahkan membuat geger Kali Brantas karena menyebabkan sejumlah ikan klenger dari Kediri hingga Surabaya. (titis)