Indra Gunawan, Eks-TKI Ciptakan Metode Pembelajaran Siswa MI
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, memberi perhatian cukup besar pelaksanaan program 'Jateng Pintar' yang dikembangkan Tanoto Fondation. Ini sesuai dengan janji politiknya, yakni memajukan pendidikan .
Jawa Tengah merupakan wilayah strategi yang diapit oleh Jawa Timur dan Jawa Barat. Provinsi dengan jumlah penduduk terpadat ketiga di Pulau Jawa ini pun menyimpan potensi sumber daya alam, ekonomi, dan sosial yang potential yang perlu dikelola dengan baik.
Pengelolaan sumber daya alam dan sosial secara baik dan tepat memungkinkan berbagai modalitas yang ada di provinsi ini bisa menjadi modal pembangunan yang berkelanjutan, tak hanya bagi Jawa Tengah sendiri namun juga bagi Indonesia.
Berangkat dari hal ini, Tanoto Foundation tergerak untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui program Jateng PINTAR. Program ini dijalankan guna membentuk kebiasaan baik serta dalam rangka penataan sistem pengelolaan pendidikan yang sehat.
Dengan demikian, program ini diharapkan bisa menciptakan dampak yang lebih besar bagi kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu tenaga pendidik yang menjadi bagian dalam program Jateng PINTAR ini adalah Kepala Sekolah MI Muhammadiyah Patikraja, Indra Gunawan.
Lulusan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Terbuka dan S2 Pendidikan Dasar Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini memiliki kisah berliku, hingga akhirnya sukses menciptakan metode pengajaran yang mampu mendorong kreativitas anak didik.
Kisah Indra menjadi seorang pendidik dimulai pada tahun 1998. Saat itu krisis moneter menghantam kehidupan keluarga kecil Indra Gunawan. Permasalahan ekonomi terasa begitu mencekik. Usaha Ibunya bangkrut. Ditambah lagi, setahun sebelumnya, sang ayah meninggal dunia.
Akibatnya, kakak perempuannya terpaksa berhenti berkuliah. Mimpi Indra untuk melanjutkan pendidikan tinggi pun pupus seketika. Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia saat itu menjadi pilihan terbaik untuk menyambung hidup. Pilihan itulah yang akhirnya mereka ambil di tahun 1999.
Selepas dua tahun berlalu dan beban ekonomi keluarga telah menjadi lebih baik, Indra memutuskan pulang ke Indonesia. Mimpi berkuliah masih membara. Uang hasil bekerja telah ia sisihkan untuk mewujudkan rencana mendaftar perguruan tinggi. Namun Indra memutuskan berganti rencana.
Salah satu buku yang pernah ia baca, Rich Dad Poor Dad dari Robert T. Kiyosaki, mengubah pandangannya. Membangun bisnis jadi pilihannya. Saat itu Indra membuka toko bahan baku dan sembako.
Namu, hidup di keluarga besar dengan profesi guru membuat Indra tak lepas dari harapan- harapan agar dirinya dapat pula menjadi seorang guru. Hingga pada tahun 2010 akhirnya hati Indra tergerak untuk menjadi guru, di saat sang Ibu Mertua mencoba mengikhlaskan ketiadaan penerus profesi guru di keluarganya.
Guru penyuka buku ini kaget bukan main. Gaji yang ia terima sebagai guru saat itu hanya sejumlah Rp 200.000 per bulan. Namun, Indra tak mundur selangkah pun. Baginya, rezeki itu tak cuma gaji.
Ia percaya, setiap peristiwa dalam hidupnya akan membuahkan pembelajaran yang memperkaya batinnya. Profesi sebagai guru MI Muhammadiyah Patikraja mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Bahasa Inggris akhirnya pun ia lakoni selama lima tahun.
Pilihan itulah yang kemudian mengantarkannya menemukan jalan hidup. Tak ingin melakoni peran dan tanggung jawab setengah-setengah, Indra akhirnya meninggalkan usaha toko yang dirintisnya. Mengajar dan menyelesaikan pendidikan hingga mendapat gelar Magister Pendidikan jadi aktivitas utama yang ia jalani hingga kini.
Indra yakin bahwa esensi pendidikan bergerak di ranah proses. Untuk itu, Indra begitu antusias ketika memiliki kesempatan mengimplementasikan program MIKIR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi) dari Tanoto Foundation.
Melalui program tersebut, sekolah dapat lebih berani bereksplorasi dengan metode pembelajaran Project Based Learning. “Puncaknya, siswa kelas 4, 5 dan 6 dapat menyelenggarakan expo (pameran) karya,” kata Indra.
Dalam acara tersebut, siswa didorong unjuk diri memamerkan ragam karya seni, sains, dan sosial. Menjadi pengajar sekaligus pemimpin ialah berkah yang Indra syukuri sepanjang waktu.
Lika-liku perjalanan hidupnya ibarat amunisi bergizi untuk menciptakan pendidikan yang peduli pada proses peserta didiknya. Menjadikan sekolah sebagai ruang proses dan pengalaman kepada anak adalah semangat yang terus ditumbuhkan dan dijaga Indra dalam setiap aktivitas pembelajaran guru dan siswa MI Muhammadiyah Patikraja.
Terus Berinovasi
Sementara itu, Gubernur Provinsi Jawa Tengah, H Ganjar Pranowo, SH, MIP menyatakan bahwa penting bagi guru untuk selalu berinovasi dan melakukan terobosan guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Program Jateng PINTAR mendukung para guru untuk berkreasi menciptakan praktik baik pembelajaran yang berkualitas dan menyenangkan khususnya di masa pandemi," kata Ganjar Pranowo dalam sambutannya.
Praktik baik pembelajaran kemudian didiseminasikan kepada rekan-rekan guru di sekolah lain melalui berbagai platform seperti sosial media dan surat kabar, sehingga para guru saling menginspirasi untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan,” katanya.
Menurut Ganjar, program Jateng PINTAR yang merupakan bagian dari Program PINTAR Tanoto Foundation selaras dengan tujuan Provinsi Jawa Tengah meningkatkan kualitas pendidikan serta sejalan dengan salah satu misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu mewujudkan pendidikan yang relevan dan berkualitas tinggi, merata dan berkelanjutan, didukung oleh infrastruktur dan teknologi.
Sementara itu Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation M Ari Widowati menuturkan bahwa pelatihan yang dilakukan oleh Tanoto Foundation telah menghasilkan kepala sekolah dan guru unggul atau fasilitator telah memberi banyak warna dalam kemajuan pendidikan di jantung Pulau Jawa.
Para fasilitator tersebut menjadikan kegiatan mendidik tidak hanya sekadar pekerjaan, namun juga pengabdian untuk membawa perubahan. “Semangat itu pun melahirkan komitmen kuat untuk membangun lingkungan belajar yang sehat, yang berorientasi pada siswa, agar menjadi individu yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, berkebhinekaan, dan berakhlak. Keterbatasan tidak mengurangi kreativitas para fasilitator tersebut dalam menciptakan pembelajaran aktif selama pandemi,” kata Ari Widowati.
Tentang Tanoto Foundation
Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 atas keyakinan bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh. Program-program Tanoto Foundation dirancang berdasarkan filosofi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang.
Kami mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas dari usia dini sampai usia berkarya. Tiga pilar komitmen Tanoto Foundation adalah memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa depan, dan memfasilitasi riset medis.