Indonesianis: Keunggulan Pendidikan Perempuan Muslim Indonesia
Antropolog budaya dari Florida State University, Claire-Merie Hefner, mengungkapkan, tren kesadaran pendidikan bagi perempuan Muslim di Indonesia lebih baik dari pada tren pendidikan perempuan di negara Islam di Timur Tenggah. Demikian pula bila dibandingkan dengan negara Muslim di kawasan Asia Selatan.
“Hampir disetiap siswi di Mu’alimmat yang saya survei 'kan menjawab, bahwa mereka ingin kuliah. Lebih dari 90 persen, tren ini menonjol jika dibandingkan dengan beberapa budaya komunitas muslim di Timur Tengah atau di Asia Selatan,” ungkapnya, dalam keterangan Senin, 12 Oktober 2020.
Dalam penelitian yang dilakukannya mulai dari tahun 2011 sampai 2013 di Madrasah Mu’alimmat, Yogyakarta, Claire menemukan bahwa tujuan KH. Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Mu’alimmat sebagai wadah pengkaderan dan tempat pembentukan guru pendidikan agama bagi kaum perempuan berhasil direalisasikan.
Bahkan melebihi ekspektasi dari tujuan awalnya, di mana murid Mu’alimmat sekarang memiliki keinginan atau cita-cita lebih variatif. Bukan hanya ingin menjadi guru, lebih dari 30 persen murid Mu’alimmat memiliki keinginan berkarier sebagai dokter.
“Ini menarik, karenakan Mu’alimmat kan sekolah untuk pembentukkan menjadi guru. Tapi murid-murid sekarang ini beraspirasi lebih tinggi lagi,” tuturnya.
Indonesianis asal AS itu menegaskan hal itu dalam acara International Conference on ‘Aisyiyah Studies (ICAS) 2020 pada Sabtu lalu.
Saat ini, katanya, Mu’alimmat semakin mendunia dan memiliki program yang menarik minat siswi yang ingin melanjutkan studi diluar bidang ilmu keagamaan. Antropolog budaya yang berspesialisasi dalam Islam, moralitas, gender dan pendidikan ini menyebut langkah yang diambil oleh Madrasah Mu’alimmat untuk menjabawab tantangan.
Menurutnya, tantangan yang dihadapi oleh generasi muda Indonesia saat ini adalah pergaulan bebas, free seks, narkoba dan alkohol, serta media sosial. Penelitian yang dilakukannya juga menemukan kekhawatiran yang dialami oleh wali santri akan tantangan tersebut, sehingga mereka mengirim anak mereka ke Mu’alimmat supaya terjaga dan terhindar dari empat hal itu.
Pembaruan yang dilakukan oleh Mu’alimmat menarik untuk diikuti, Claire Hefener juga menemukan fakta bahwa murid di sana kini memiliki aspirasi lebih tinggi. Jika diawal berdirinya ditujukan sebagai wadah pembentukan guru, kini murid Mu’alimmat memiliki cita-cita yang lebih tinggi dan yakin melalui pendidikan yang ditempuh di Mu’alimmat bisa mewujudkan cita-citanya menjadi dosen misalnya.
“Hasil survei saya ini mencerminkan dua trend, satu perempuan muslim di Indonesia dan khusus di Mu’alimmat sekarang lebih berinvestasi dalam karier yang beraneka ragam,” katanya
Claire juga menyebut, saat ini tantangan besar yang dihadirkan oleh internet terhadap Muhammadiyah adalah terdistribusinya otoritas agama ke tokoh-tokoh atau ustadz seleb yang kemudian mereka menjadi rujukan generasi muda Muhammadiyah.