Indonesia Sudah Lama Hilang, Kok Baru Ribut Sekarang?
Imajinasi kreatif dari dua orang novelis sci-fi techno-thriller asal Amerika, PW Singer dan August Cole, bikin geger dunia politik Indonesia. Dalam novel fiksinya yang berjudul ‘Ghost Fleet’, kedua penulis dengan daya khayalnya yang tinggi mengandaikan terjadi perang dunia ketiga. China yang negara super dengan gagah berani berseteru dengan Amerika melakukan perang terbuka. Sementara ‘kisah’ akan menghilangnya Indonesia 30 tahun lagi hanya merupakan bumbu penyedap cerita dan bukan merupakan tema sentral yang dibahas khusus.
Tidak terlalu perlu juga menyoal latar belakang si penulis jika hanya untuk memperkuat argumentasi mengenai prediksi bahwa ‘dalam 30 tahun mendatang Indonesia akan hilang’, merupakan telaah dari seorang pakar yang terpercaya. Yang penting dipahami adalah tujuan dari mereka yang mengunggah drama politik ini. Tujuannya mengingatkan rakyat Indonesia agar waspada akan bahaya China yang berpotensi menjajah Indonesia. Di sisi lain, Jokowi diposisikan sebagai presiden yang sangat mesra dan terus berbulan madu dengan China.
Mungkin saja selangkah lagi akan dikembangkan isu, Jokowi berencana menghidupkan kembali ‘Poros Peking-Jakarta’. Sebuah idiom politik yang begitu gencar dihembuskan jelang kejatuhan Bung Karno. Lewat manuver ini, stempel bahwa Bung Karno presiden pro China=Komunis pun mendapat ruang legitimasi. Dengan alasan ini pula, rezim Orde Baru di bawah komando Jenderal Soeharto berhasil melengserkan Bung Karno yang telah distempel sebagai presiden pro komunis.
Unggahan isu 30 tahun Indonesia akan hilang ini, terlepas dari pandangan sebagian pengamat sebagai dagelan politik, tetap saja merupakan manuver politik yang cukup cerdik. Sengaja digulirkan saat mayoritas rakyat resah menghadapi kenyataan perekonomian Indonesia telah sepenuhnya berada dalam cengkraman para konglomerat yang 90 persen berasal dari hanya satu ras saja (baca: China). Daftar limapuluh orang Indonesia terkaya yang hampir seratus persen terdiri dari warga keturunan, merupakan lahan yang kondusif untuk lebih mempertajam ketidaksukaan adanya ketimpangan yang sangat menyolok ini.
Ditambah lagi masalah reklamasi pantai Jakarta Utara dan proyek Meikarta, proyeknya para cukong, yang telah mengundang polemik panjang karena secara terbuka didukung penuh oleh orang-orang dekat Jokowi. Kesemuanya ini menjadi ruang tembak politik yang empuk bagi kelompok oposan yang…Jokowi NO! . Dengan demikian, membaca unggahan isu ‘Indonesia 30 tahun lagi akan hilang’ jangan dimaknai seolah isu yang berdiri sendiri. Karena akan sulit membaca desain politik secara lebih jauh. Jangan terjebak mempersoalkan buatan dan jenis pistol apa yang digunakan untuk menembakkan peluru. Karena yang terpenting diperhatikan adalah kemana peluru ditembakan dan sejauh mana daya rusaknya.
Mengelindingkan isu ’30 tahun lagi Indonesia akan hilang’, bagi saya pribadi merupakan isu kedaluwarsa dan murah. Diumpamakan tontonan, isu ini hanya sekelas film layar tancap. Menang gemuruh dan berisiknya, berikut menang keluasan ruang saat memutar film yang dipertontonkan. Sementara kualitas gambar dan ceritanya sangat penuh maklum dan mudah diterka akhir dari seluruh jalan cerita-dramanya. Tapi…hei jangan salah! Pertunjukan film layar tancap ini sangat digemari rakyat!
Rasanya aneh juga bila para politisi papan atas yang mengaku sangat nasionalis, mendadak khawatir Indonesia 30 tahun lagi akan hilang. Buat mereka yang miskin imaji-ideologi, pantas saja bila baru ribut sekarang. Padahal secara lebih jauh dan lebih subtantif, dari kacamata ideologi dan pandangan hidup bangsa, sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri Republik, pada hakekatnya Indonesia sudah lama ‘hilang’.
Mengetahui pastinya sangat mudah, bisa didapat melalui pertanyaan yang hari ini harus kita jawab: Inikah Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh para bapak bangsa pendiri Republik? Sudah sesuai kah Indonesia hari ini dengan gambaran tentang Indonesia dalam cita-cita kemerdekaannya? Kalau jawaban kedua pertanyaan ini semuanya: TIDAK!, lalu kemana ‘hilang’nya Indonesiaku? Indonesia yang BERDAULAT (penuh) secara politik; BERDIKARI secara ekonomi; BERKEPRIBADIAN dalam kebudayaan! Ditambah lagi dengan keharusan ber-Ketuhanan, ber-Perikemanusian, ber-Keadilan sosial…! Makin jauh terasa ‘hilang’nya
Jadi, mengapa takut 30 tahun baru terjadi? Sementara di’hilang’kan secara sistimatik oleh rezim Orba, dan yang berlanjut hingga sekarang, tak menimbulkan keresahan yang mendalam?! Sungguh aneh…tapi nyata! Dan ternyata masih banyak politisi penggemar dan penggelar layar tancap politik!
Sudah lama hilang, kok baru ribut sekarang?!
*) Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com
Advertisement