Indonesia Pernah Swasembada Kedelai, Kata Pakar Pertanian IPB
Pakar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Widodo MS menganggap wajar kelangkaan kedelai setiap tahun di Indonesia. Sebab, antara permintaan dan persediaan kedelai saat ini sangat tak berimbang.
Mengatasi masalah tersebut, ia mengusulkan perlunya panambahan pemanfaatan lahan sawah untuk tanam kedelai. "Tentu harus diperhitungkan luas penambahannya agar tifak mengganggu produksi padi," katanya kepada Ngopibareng.Id.
Widodo berpendapat, kelangkaan kedelai yang terjadi setiap tahun akibat tak imbangnya supply dan demand. Produksi pertanian kedelai tidak bertambah, sementara permintaan terus meningkat sejalan dengan pengetahuan manfaat kedelai.
"Indonesia pernah mengalami swasembada kedelai pada tahun 1090-an. Saat itu, produk pertanian kedelai seimbang dengan kebutuhan di masyarakat," katanya kepada Ngopibareng.Id melalui Whatsapp.
Begitu kebutuhan dalam masyarakat bertambah, maka impor kedelai menjadi tidak bisa dihindarkan. Apalagi, karena budidaya di negara importir berskala luas, terstruktur, sistematis, dan teknologi yang tepat, maka mereka bisa menekan harga. Produk kita kalah kompetitif dengan mereka.
Sedangkan penerapan teknologi budidaya tanaman kedelai di Indonesia belum optimal. Apalagi tantangan hama cenderung diatasi dengan serampangan dengan menggunakan pestisida sentetis yang bisa menambah mahal biaya.
Disebutkan juga, kedelai termasuk tanaman yang banyak mengalami gangguan hama dan penyakit. Nah, faktor ini ditambah dengan budidaya yang hanya menggunakan "energi sisa" membuat kualitas dan produktifitas kedelai lokal menjadi rendah.
Menurut dosen proteksi tanaman IPB ini, petani kota juga menjadikan budidaya kedelai sebagai pilihan terakhir ketika pasokan air tak cukup untuk padi. Dijelaskan, kedelai merupakan tanaman yang tak membutuhkan air banyak. Namun keberadaan air sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Ia menambahkan, kedelai juga merupakan tanaman yang membutuhkan penyinatan 14 jam. Untuk wilayah selatan Katulistiwa, ini berarti jatuh bulan September sampai Maret. Pada masa itu, petani umumnya masih menanam padi.
Menurut Widodo, lahan yang pitensial untuk budidaya kedelai adalah lahan padi sawah beririgasi teknis. Karena itu, jika ingin meningkatkan produktifitas kedelai harus menambah lahan untuk budidaya padi.
Lantas apakah tidak akan mengganggu produktifitas padi tang berarti juga akan mengganggu kebutuhan beras dalam negeri?
Widodo mempunyai perhitungan yang mungkin bisa menjadi solusi.
Menurutnya, dengan penerapan teknologi bio-intensif dengan cara pengembalian jerami, rasionalisasi penggunaan pupuk sintetik, serta pemanfaatan agensia hayati, secara nasional produktifitas padi bisa meningkat 5 sampai 10 persen.
"Jika setengah bagian dari peningkatan tersebut (2.5 sampai 5 persen) dikonversi ke luasan lahan sawah dan dialihkan ke budidaya kedelai akan sangat berarti. Jadi tanpa mengurangi produktifitas padi," jelasnya.
Ia lantas menyontohkan lahan di Indramayu, Jawa Barat. Di Kabupaten ini, total lahan sawah beririgasi teknis sekitar 70 000 hektar. Pada musim tanam kedua --saat kondisi air dan penyinaran matahari masih bagus untuk kedelai-- 2.5 persennya ada 1750 ha. Jika satu hektar menghasilkan 2 ton, maka sudah menambah 3.500 ton.
Berdasarkan data tahun 2020, luas lahan baku sawah di Pulau Jawa sekitar 3.1 juta hektar. Berarti 2,5 persennya 77.500 hektar. Jika luasan itu digunakan budidaya kedelai bisa menghasillan 155 ribu ton dengan asumsi 2 ton per hektar.
Sedangkan secara nasional, pada tahun 2019, Indonesia memiliki luas lahan baku sawah sekitar 7.46 juta hektar. Jika 2,5 persennya dikonversi untuk tanaman kedelai bisa menghasilkan 373 ribu ton.
"Apalagi jika lahan yang digunakan 10 persennya, maka akan tersedia tambahan 1.49 juta ton. Jumlah tersebut sudah berkontribusi sekitar 45.5 persen dari total konsumsi nasional yang 3.275 juta ton sesuai data kebutuhan tahun 2019," terang Widodo.
Jadi, menurut Doktor lulusan Hokaido University Jepang ini, dibutuhkan strategi secara nasional untuk meningkatkan produktifitas kedelai kita agar mengurangi ketergantungan terhadap impor. Juga penerapan teknologi budidaya yang menyeluruh baik untuk komoditas kedelai maupun padi.