Indonesia Laboratorium Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang 2017 kerugian akibat beragam bencana yang menerjang wilayah Indonesia mencapai lebih dari Rp2 triliun rupiah. Ini hanyalah hitungan kerugian meteriil langsung dan belum mencakup kerugian dampak perekonomian akibat terhentinya aktivitas perekonomian.
"Kerugian paling parah adalah akibat banjir dan tanah longsor pengaruh Siklon Tropis Cempaka yang mencapai Rp1,13 triliun," kata Kepala Pusat data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan pers yang diterima ngopibareng.id, Jumat 29 Desember 2017.
Selain siklon tropis, banjir yang terjadi di Belitung juga mengakibatkan kerugian mencapai Rp338 miliar, kemudian banjir dan longsor di Lima Puluh Koto Rp253 miliar, longsor Cianjur Rp68 miliar. Sedangkan sisanya masih banyak lagi kerugian akibat bencana yang belum dihitung oleh BNPB.
"Tentu saja bencana ini banyak berpengaruh pada masyarakat yang terdampak. Bencana memerosotkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang mengalami bencana berulang," kata Sutopo.
Beberapa bencana yang selalu terulang diantaranya adalah banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum dimana banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun. Begitu juga bagi masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura.
Lahan pertanian yang terendam banjir menyebabkan gagal panen. Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang. Petani terpaksa hutang lagi untuk modal menanam padi berikutnya. Begitu juga masyarakat yang terkena bencana, harta miliknya hilang sehingga jatuh miskin dan memerlukan bantuan.
"Kita memang tinggal di negara yang kaya bencana. Indonesia adalah laboratorium bencana. Bukan super market bencana. Untuk itulah sudah seharusnya kita harus siap menghadapi bencana. Bencana adalah keniscayaan. Besar kecilnya bencana sangat ditentukan oleh alam," kata dia.
Pengaruh manusia begitu dominan merusak alam, meningkatkan kerusakan hutan, degradasi lahan, kerusakan lingkungan, DAS kritis dan lainnya telah makin memicu terjadinya bencana. Untuk itulah, pengurangan risiko bencana harus menjadi mainstream dalam pembangunan di semua sektor. Pengurangan risiko bencana menjadi investasi pembangunan untuk kita dan generasi mendatang.
"Selamat menyongsong Tahun Baru 2018. Semoga kita makin tangguh menghadapi bencana," kata dia. (wah)
Advertisement