Indonesia Jadi Pusat Kajian Islam Dunia, Ini Alasannya
Khazanah keilmuan Islam di Indonesia yang dulu disebut Nusantara tidak hanya dibuktikan dengan banyak karya-karya ulama lokal berlevel global. Tapi juga ajaran-ajaran Islam yang diterapkan dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan, kekayaan atau khazanah tersebut banyak terserak di pesantren. Semua disiplin ilmu keislaman dipelajari di pesantren.
“Meskipun memang di pesantren mesti diperkuat lagi wawasan sejarah keislaman dan metodologi berbagai disiplin ilmu,” ujar Kiai Said, dalam siaran pers diterima ngopibareng.id, Kamis (12/4/2018).
Kiai Said mengungkapkan hal itu, terkait saat menyambut penyerahan Surat Keputusan S3 Prodi Islam Nusantara UNUSIA Jakarta dari Ditjen Pendis Kemenag RI di Kantor PBNU Jakarta.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini menegaskan, ulama-ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, Syekh Yasin Al-Fadani, Syekh Yusuf Al-Maqassari, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad Cholil Bangkalan, KH Bisri Mustofa, dan lain-lain merupakan tokoh dengan karya mendunia.
Kitab-kitab karya mereka saat ini menjadi rujukan otoritatif di universitas-universitas terkemuka dunia. Seperti salah satu kitab karya Syekh Nawawi Al-Bantani berjudul Nashoihul Ibad untuk bidang akhlak dan taswauf. Belum bidang-bidang lain seperti fiqih, tafsir, dan tauhid.
Ulama Nusantara lain yang memiliki karya mendunia ialah Syekh Mahfudz At-Tarmasi dan Syekh Ihsan Jampes. Karya-karya mereka tidak hanya menjadi rujukan di dunia akademik, tetapi juga rujukan bagi ulama-ulama di Timur Tengah.
Di antara alasan-alasan inilah yang meyakinkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin bahwa Indonesia bisa menjadi sentral atau pusat kajian Islam dunia.
Dalam sejumlah kesempatan, Kamaruddin kerap melontarkan misi tersebut kepada seluruh stakholder akademik di perguruan tinggi Islam. Hal ini bukan isapan jempol karena saat ini yang dilakukan oleh universitas-universitas top dunia ialah mengkaji berbagai literatur keilmuan klasik.
“Sehingga studi Sejarah Kebudayaan Islam dalam lingkup Islam Nusantara bisa memperkuat kajian literatur-literatur klasik,” ucap Kamaruddin dalam kesempatan yang sama.
Kajian kitab-kitab klasik ini ditindaklanjuti dengan pendirian maupun pengelolaan perpustakaan secara profesional. Kamaruddin dibikin takjub setiap keliling ke sejumlah universitas terkemuka dunia di Eropa, Amerika, Jepang, Mesir, dan lain-lain.
“Mereka memiliki perpustakaan dengan koleksi literatur-literatur keilmuan yang luar biasa,” ungkapnya.
Selain di bidang keilmuan, Indonesia saat ini juga menjadi rujukan pengimplementasian moderasi Islam oleh bangsa-bangsa di dunia. Indonesia yang memiliki banyak keberagaman bahasa, suku, agama, etnis, dan lain-lain bisa hidup damai dalam kebersamaan.
Dengan penyerahan SK izin operasional S3 Islam Nusantara, UNUSIA Jakarta telah siap melahirkan doktor-doktor di bidang keilmuan Islam Nusantara pertama di Indonesia.
“Karena S3 program studi Islam Nusantara ini hanya ada di UNUSIA dan pertama di Indonesia,” tegas Wakil Rektor III UNUSIA Dr KH Mujib Qulyubi sesaat sebelum acara penyerahan SK dimulai.
Dalam acara tersebut, hadir pula Rektor UNUSIA Prof Maksum Mahfoedz dan segenap pimpinan UNUSIA, sejumlah pengurus PBNU, dan beberapa pejabat eselon di Kementerian Agama.
Belajar Islam bagi Non-Muslim
Pada bagian lain, Kamaruddin Amin mengaku terus berupaya agar Indonesia menjadi salah satu pusat tempat belajar tentang Islam, baikbagi Muslim atau non-Muslim.
"Harus menjadi tujuan, harus menjadi destinasi, atau tempat orang-orang Islam dan non Islam belajar dan melakukan penelitian tentang Islam karena kita punya wawasan banyak sekali," katanya.
Menurut Kamaruddin, Indonesia bukan hanya negara dengan warganya yang menganut agama Islam terbesar di dunia, melainkan juga memiliki banyak lembaga pendidikan Islam.
Pria yang juga Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar itu memaparkan tentang jumlah dosen, pelajar dan lembaga pendidikan baik negeri atau swasta, termasuk pesantren yang terdaftar di Kementerian Agama.
Menurutnya, terdapat sekitar 32 ribu dosen, lebih dari 700 perguruan tinggi, 1 juta mahasiswa, 72 ribu madrasah, 10 juta siswa-siswi, dan 30 ribu pesantren. "Tidak ada negara mana pun yang mempunyai perguruan tinggi sebanyak itu," ujarnya.
Jumlah yang banyak tersebut, katanya, tidak terlepas dari kontribusi masyarakat dalam upaya membangun pendidikan. "Indonesia termasuk negara yang paling besar partisipasi masyarakatnya," ujarnya.
Kontribusi masyarakat yang besar tersebut tidak terjadi di negara-negara lain, baik di negara yang ada di eropa maupun di timur tengah. (adi)