Indonesia Harus Mengantisipasi Kenaikan Kasus Aktif di Eropa
Pemerintah menyebut jika warga Indonesia harus mulai mengantisipasi kenaikan kasus positif. Pasalnya di beberapa negara maju, ternyata sedang kembali mengalami kenaikan angka positif COVID-19. Padahal negara-negara maju ini mayoritas warga sudah mendapatkan vaksin.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Dr. dr. MaxinRein Rondonuwu DHSM, MARS mengatakan, peningkatan kasus COVID-19 kembali terjadi. Saat ini total kasus COVID-19 secara global lebih dari 249 juta dengan kematian lebih 5 juta jiwa.
"Peningkatan kasus terutama di regional Eropa tujuh persen peningkatan kasus, 10 persen peningkatan kematian," ujarnya
Menurutnya, negara dengan penambahan kasus tertinggi adalah Amerika Serikat, Inggris, Turki dan Jerman. Varian delta adalah varian dominan yaitu 99.64 dari total sekuensing yang dilakukan 60 hari terakhir. Padahal negara-negara tersebut angka vaksinasinya sudah tinggi.
"Vaksin yang tinggi tidak jaminan, mesti didukung perubahan perilaku terhadap protokol kesehatan," tegasnya.
Maxi menyebut, situasi pandemi Indonesia saat ini relatif terkendali. Namun harus diwaspadai kenaikan kasus di global dan di daerah, serta adanya subvarian AY 4.2 Dia menegaskan, strategi penanggulangan harus tetap dipertahankan yakni 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) dan 3 (testing, tracing, dan treatment) agar situasi pandemi tetap terkendali. Mempertahankan testing tetap tinggi melalui active dan passive case finding. Kemudian dengan peningkatan kapasitas pemeriksaan PCR di kabupaten/ kota.
"Percepatan vaksinasi untuk mencapai herd immunity, terutama bagi lansia juga harus terus dilakukan," ujarnya.
Dia menambahkan, luas wilayah Indonesia menjadi kerentanan tersendiri dalam menghadapi pandemi seperti saat ini. Di Indonesia terdapat 35 bandara dengan akses langsung ke luar negeri, yakni Asia, Australia, dan Eropa. Kemudian terdapat 135 pelabuhan laut juga dengan akses langsung ke luar Negeri. Bahkan Indonesia juga memiliki 10 Perlintasan Lintas Darat Batas Negara (PLBDN) dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Malaysia.
Sementara Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali Made Rentin mengatakan, dalam penanganan pandemi pihaknya memperketat pengawasan di pintu masuk Bali. Seperti bagi yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara dapat menunjukkan hasil negatif Antigen (H-1) dengan syarat sudah memperoleh vaksinasi dosis kedua, dan hasil negatif PCR H-3 jika baru memperoleh vaksinasi dosis pertama. Bukti telah mengikuti vaksinasi ditunjukkan melalui Aplikasi PeduliLindungi;
Kemudian bagi yang melakukan perjalanan dengan transportasi darat dan laut wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama), surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR H-3 atau hasil negatif uji Rapid Test Antigen paling lama 1 x 24 jam sebelum keberangkatan. Penunjukan bukti telah mengikuti vaksinasi dianjurkan melalui Aplikasi PeduliLindungi.
"Untuk menunjukan keakuratan dan memastikan keaslian hasil negatif uji swab berbasis PCR atau hasil negatif uji Rapid Test Antigen, surat keterangan tersebut wajib dilengkapi dengan Barcode/QRCode," katanya.
Dia menambahkan, sebagai provinsi yang sangat bertumpu terhadap sektor pariwisata, yaitu sebesar 53 persen dan sebanyak 1 juta lebih tenaga kerja diserap dari sektor pariwisata, tentu dampak COVID-19. Menurutnya, terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 83,26% dan penurunan wisatawan nusantara sebanyak -56,41 persen.
"Sedangkan pajak hotel dan restoran pun menurun sebesar -71,35 persen," ujarnya.
Made Rentin menambahkan, ada beberapa permasalahan terkait penanganan pandemi COVID-19 di Bali. Di antaranya, kurang pemahaman atau abainya masyarakat terhadap bahaya COVID-19.
Kemudian ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang kadang-kadang muncul akibat tersebarnya hoaks atau disinformasi di masyarakat terkait pandemi. Untuk itu, menurut Made, perlu strategi komunikasi publik yang perlu ditingkatkan terkait sinergitas antar komponen dan perlu dilaksanakan secara komprehensif.
"Perlu ditingkatkannya penyebaran kata-kata kunci di masyarakat seperti disiplin prokes, jaga jarak, 5M, dan lain sebagainya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Widiarsi Agustina mengatakan, ada beberapa isu strategis pada tahun 2022 mendatang. Di antaranya terkait vaksinasi yang pada tahun 2022, pemerintah mendorong penggunaan vaksin dalam negeri, seperti vaksin Merah Putih.
Kemudian disiplin protokol kesehatan juga masih terus menjadi perhatian. Hal ini akan menuntut perubahan perilaku masyarakat agar patuh pada protokol kesehatan. Pemulihan ekonomi nasional juga diharapkan bisa terus membaik seiring dengan terus membaiknya kondisi pandemi di tanah air.
"Juga terkait penyelenggaraan KTT G20 pada tahun 2022 mendatang harus jadi perhatian. Kita punya pengalaman menyelenggarakan kegiatan besar seperti PON Papua yang bisa berjalan dengan baik," katanya.
Advertisement