Indonesia Harus Kebut Vaksinasi Kejar Target
Indonesia kembali menerima vaksin AstraZeneca melalui jalur multilateral, COVAX Facility sebanyak 1.504.800 dosis. Sebelumnya pada tanggal 5 Juni 2021 yang lalu, Indonesia juga telah menerima 313,100 vaksin AstraZeneca dari COVAX Facility ini.
“Dengan dua kedatangan baru ini, yakni tanggal 5 Juni dan 10 Juni 2021 maka jumlah total vaksin Astra Zeneca dari COVAX Facility yang diperoleh secara gratis adalah 8.228.400 dosis vaksin jadi,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Kamis 10 Juni malam.
Jika ditambahkan secara keseluruhan, lanjut Menlu Retno, maka jumlah total vaksin yang telah diterima sampai saat ini adalah 93.728.400 dosis. Dengan rincian, Sinovac sebanyak 84,5 juta; AstraZenecca sebanyak 8,2 juta dosis; Sinopharm sebanyak 1 juta dosis. Selain itu, rencananya Jumat 11 Juni siang, akan tiba 1 juta dosis vaksin Sinopharm yang akan digunakan dalam program vaksin Gotong Royong. Menlu Retno mengatakan, sebagaimana diketahui Indonesia saat ini menggunakan tiga jenis vaksin, yaitu Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm.
“Ketiga jenis vaksin tersebut, semuanya telah memperoleh Emergency Use Listing atau EUL dari WHO,” katanya.
Menurut Menlu Retno, hal ini menunjukkan bahwa vaksin yang dipakai di Indonesia telah memenuhi persyaratan internasional dalam hal kualitas, keamanan dan efektivitasnya untuk digunakan pada masa darurat kesehatan. Hingga hari ini WHO telah memberikan EUL kepada 6 jenis vaksin yaitu Pfizer, Johnson & Johnson, Moderna, AstraZeneca, Sinopharm dan Sinovac.
Dia memastikan, pemerintah terus berikhtiar dan bekerja keras mengamankan pasokan vaksin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menlu Retno mengakui, ikhtiar ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Apalagi di masa pandemi di mana pasokan vaksin masih terbatas sementara kebutuhan dunia akan vaksin sedemikian besarnya.
“Sekali lagi upaya memastikan pasokan vaksin, baik dari jalur bilateral maupun multilateral akan terus dilakukan oleh pemerintah,” tegas Menlu Retno.
Dia melanjutkan, beberapa negara yang telah melakukan vaksinasi secara luas, berhasil menurunkan angka penyebaran virus secara signifikan. Di Eropa, Inggris misalnya, telah mampu menurunkan kasus harian hingga di angka 5.000-an dari sebelumnya, 60 ribu kasus per hari, setelah dosis vaksin yang diberikan mencapai 101,51 persen populasi.
Contoh lainnya adalah Amerika Serikat yang mampu menurunkan kasus baru per harinya dari sekitar 300 ribu menjadi 12 ribu per hari, setelah dosis vaksin yang diberikan mencapai 91,57 persen populasi.
“Kita semua memahami bahwa vaksin adalah salah satu ikhtiar penting dan krusial dalam upaya menekan laju penularan virus COVID-19,” ujarnya.
Namun, menurut Menlu Retno, sebelum mencapai angka persentase vaksinasi yang besar upaya untuk menekan laju penyebaran virus masih harus dibarengi dengan pelaksanaan protokol kesehatan secara ketat.
Sementara itu, lanjut Menlu Retno, saat ini kesenjangan distribusi dan vaksinasi di dunia masih sangat besar. Dari sekitar 2,2 miliar dosis vaksin yang telah disuntikkan. Sekitar 75 persen berada hanya di 10 negara maju; dan hanya 0,4 persen yang berada di negara-negara berpenghasilan rendah.
Dari perhitungan persentase vaksinasi terhadap populasi kawasan Amerika Utara telah memvaksinasi 64,33 persen dari total populasi; Kawasan Eropa telah memvaksinasi 52,85 persen. Sementara persentase terendah dimiliki Kawasan Afrika (2,86 persen), dan diikuti ASEAN (8,91 persen).
“Angka ini masih jauh dari target WHO yang mengharapkan setidaknya 10 persen penduduk di setiap negara telah divaksin pada bulan September, dan 30 persen pada akhir Desember tahun ini,” kata Menlu.
Untuk mengurangi tingkat kesenjangan tersebut, COVAX Facility terus mendorong mekanisme dose-sharing atau berbagi vaksin. Beberapa negara seperti AS, Jepang, Denmark, Belgia dan Spanyol akan menyalurkan ekstra vaksin yang dimiliki melalui skema COVAX Facility. Dengan mekanisme ini maka negara-negara tersebut menyumbangkan vaksin yang dimiliki kemudian dikelola oleh COVAX facility untuk dibagikan kepada negara lain yang memerlukan.
Sebagai salah satu co-chairs COVAX AMC Engagement Group, Menlu Retno mengatakan, Indonesia memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk terus memperjuangkan akses setara terhadap vaksin. Selain menjadi salah satu co-chairs COVAX AMC Engagement Group upaya lain yang dilakukan Indonesia untuk merealisasikan kesetaraan akses terhadap vaksin bagi semua negara adalah melalui keaktifan Indonesia menjadi salah satu co-sponsor proposal TRIPS waiver (penghapusan hak kekayaan intelektual) untuk produk dan teknologi yang digunakan untuk penanganan pandemi COVID-19.
Kemudian, pembahasan awal terhadap teks proposal ini di World Trade Organization (WTO) kemungkinan akan dimulai pada 17 Juni 2021.
“Kita semua berharap agar negosiasi terhadap proposal ini dapat diselesaikan dalam waktu cepat, untuk membantu meningkatkan produksi dan distribusi vaksin secara signifikan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Menlu Retno juga kembali mengingatkan, pandemi COVID-19 masih jauh dari selesai. Hingga saat ini hampir 175 juta orang di seluruh dunia terinfeksi COVID-19 dan lebih dari 3,7 juta telah kehilangan nyawanya. Pemerintah akan terus bekerja keras untuk mengatasi pandemi ini termasuk melalui vaksinasi dan pelaksanaan protokol kesehatan. Dukungan penuh masyarakat akan menjadi elemen penting berhasilnya upaya ini.
“Upaya ini akan berhasil dengan baik jika mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat. Setiap dari kita dan Kita semua dapat menjadi bagian dari solusi. Mari kita sukseskan vaksinasi COVID-19 dan kita tetap terapkan protokol kesehatan,” kata Menlu Retno.