Indahnya Bunga Edelweis di Kebun Pokdarwis
Pesona Gunung Bromo dengan matahari terbit (sunrise) dan matahari terbenam (sunset) sudah lama termasyhur di nusantara dan manca negara. Selain panorama Bromo, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) menyimpang kekayaan flora dan fauna.
Di dunia flora, TN BTS menyimpan bunga abadi, edelweis yang tumbuh merata baik di lereng Gunung Semeru maupun di bukit-bukit di kawasan Lautan Pasir (kaldera) Bromo. Disayangkan tanaman dengan nama Latin Anaphalis javanica itu sering “diusili” tangan-tangan jahil.
Dengan alasan untuk oleh-oleh, sebagai warga pun menjual bunga edelweis kepada wisatawan Gunung Bromo. Belum lagi ulah pendaki nakal yang memetik dan membawa pulang bunga edelweis untuk hiasan di ruang tamunya, bahkan untuk hadiah kepada sang pacar.
Sisi lain ada kepentingan (ritual) adat Tengger yang memerlukan bunga edelweis sebagai pelengkap sesaji seperti, pada ritual Agem-agem saat Hari Raya (Yadnya) Karo.
Bahkan faktor cuaca hingga kebakaran semak-semak di Kaldera Bromo (biasanya saat kemarau) juga ikut mempercepat musnahnya edelweis. Pihak BB TNBTS mencatat, edelweis tumbuh liar merata di seluruh kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru seluas 50.276 hektare. Bila disatukan, sebaran tanaman edelweis ditaksir hanya seluas 1.000 hektare.
Ternyata bunga endemik yang kerap dijumpai di ketinggian itu dapat dikembangbiakkan. Edelweis pada umumnya memiliki kelopak bunga berwarna putih.
Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 meter dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 meter. Bunga-bunganya biasanya muncul di antara bulan April hingga Agustus.
Agar edelweis tidak punah di habitatnya, ada ide menarik yang dilontarkan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS). Yakni, menggandeng warga Tengger untuk membudidayakan edelweis di luar habitatnya (TN BTS).
Untuk melestarikan edelweis, BB TNBTS menggandeng Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di dua desa. Yakni, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo dan di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. “Dengan budi daya edelweis di luar habitat aslinya, mudah-mudahan edelweis semakin lestari,” ujar Kepala BB-TNBTS, John Kennedie.
Edelweis-Rumah Adat Tengger
“Kami menanam sekitar 1.500 bibit edelweis di kawasan Bukit Seruni yang kini dikenal sebagai Seruni Point,” ujar Ketua Pokdarwis Desa Ngadisari, Sugeng Djumadyono, Rabu, 2 Januari 2019.
Areal tanaman edelweis seluas sekitar 0,5 hektare itu mengitari Rumah Adat Tengger, yang dibangun Pemkab Probolinggo sebelumnya. Sehingga rumah adat itu semakin indah dihiasi kebun bunga edelweis.
Karena merupakan tanaman budi daya, bunga edelweis yang ditanam Pokdarwis bisa dipetik baik untuk keperluan adat atau pun untuk diperjualbelikan kepada wisatawan.
Kebun edelweis, kata Camat Sukapura, Yulius Christian, juga bisa menjadi tempat pembelajaran bagi wisatawan terutama kalangan pelajar. “Pengunjung bisa belajar soal tanaman edelweis sekaligus mengenal Suku Tengger dan rumah adatnya,” ujarnya.
Seperti halnya bunga edelweis, Rumah Adat Tengger juga semakin langka. Seiring modernitas, warga Tengger pun membangun rumah modern sebagaimana warga di Kota Probolinggo.
Rumah Adat Tengger ditandai dengan adanya peringgitan (ruang tamu sekaligus tempat pertunjukan wayang), pawon (dapur), gedok (kandang kuda), luweng (kakus, WC), dan lumbung (tempat menyimpan jagung utuh dengan kelobotnya).
Sugeng dengan Pokdarwis-nya siap melayani wisatawan yang datang ke kebun edelweis. Ekowisata berbasis edelweis itu akan mengajak wisatawan untuk mengenal asal-mual edelweis, jenis-jenis edelweis. Selain itu wisatawan diajak untuk memilih biji edelweis untuk selanjutnya dijadikan benih siap tanam. (isa)