In Memoriam KH Basori Alwi, Kiai Legendaris Pejuang Al-Quran (2)
KH Muhammad Basori Alwi, Pendiri Pondok Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di tengah masyarakat, ia dikenal sebagai Ustadz Basori Alwi, karena ketekunannya menjadi Guru (Ustadz) yang mengajarkan ilmu Al-Quran.
Kiai Basori Alwi mengembuskan nafas terakhir pada Senin, 23 Maret 2020, pukul 15.00 WIB. Sebelum mengembuskan nafas terakhir, dalam usia 95 tahum Kiai Basori Alwi mengalami masa kritis dan menjalani perawatan karena sakit jantung.
Menurut KH Luthfi Bashori, seorang putranya, selama ini Kiai Basori Alwi dirawat dr Emiral Muhammad, cucunya sendiri di rumahnya di Kompleks Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari Malang.
Jenazah almarhum langsung disucikan bakda Maghrib ini. Menurut rencana, sebelum dimakamkan di Kompleks Makam YPIQ Dengkol Singosari, almarhum dishalati terlebih dahulu di Masjid Hizbullah, Singosari, Selasa 24 Maret 2020, sekitar pukul 12.00 WIB, usai Dhuhur.
Basori muda, sebelum belajar di Ponpes Salafiyah Solo, pernah mondok di Ponpes Sidogiri dan Ponpes Legi di Pasuruan antara tahun 1940-1943. Selain mengkaji ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, Basori Muda juga tekun belajar Bahasa Arab. Beliau pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi (sewaktu di Solo), Syaikh Ismail dari Banda Aceh, Ustadz Abdullah bin Nuh dari Bogor (sewaktu di Yogyakarta). Guru beliau yang disebut paling akhir ini adalah pengasuh Ponpes Al-Ghozali dan redaktur siaran berbahasa Arab di RRI Yogyakarta ketika masih menjadi ibukota darurat RI.
KHM. Basori Alwi merupakan sosok praktisi dunia pendidikan yang profesional dan berpengalaman. Buktinya, beliau telah malang melintang berkhidmat di lembaga-lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, formal maupun informal. Kiai Basori Alwi mulai menjadi pengajar sekitar tahun 1950 saat tinggal di kawasan Ampel Surabaya, di rumah pamannya.
Di Surabaya, Kiai Basori Alwi ditawari mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya (1950-1953) dan di PGAA Negeri Surabaya (1953-1958). Sejak itulah, jiwa kepengajaran beliau semakin terasah. Ketika hijrah ke Gresik setelah mempersunting gadis di sana, beliau masih mengajar di Surabaya.
Setelah lama merantau, pada tahun 1958, beliau kembali ke Singosari. Di sini beliau meneruskan tradisi mengajarnya dengan menjadi guru di PGAA Negeri Malang (1958-1960), dosen Bahasa Arab di IAIN Malang (1960-1961, sekarang UIN Malang).
Di samping mengajar di lembaga formal, beliau aktif mengajar bacaan dan lagu Al-Qur’an di berbagai tempat. Sampai akhirnya, pada 1978, beliau mendirikan Pesantren yang dinamainya Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ) di Singosari, Malang.
Kiprah dan andil besar KHM. Basori Alwi di bidang pendidikan Al-Qur’an sungguh luar biasa. Benar, jika beliau disebut pakar Al-Qur’an karena memang Ustadz Basori tiada henti mengajar Al-Qur’an dan mendakwahkannya.
Dahulu, Ustadz memang seorang qari’ (pelantun Al-Qur’an bil-ghina) tingkat nasional, bahkan internasional, walaupun tak seterkenal Abdul Aziz Muslim. Beliau ibarat pendekar yang sudah malang-melintang di dunia tilawah.
Bersama dua qari’ nasional lainnya, Ustadz Abdul Aziz Muslim dan (alm.) Fuad Zain, dia pernah diundang untuk membaca Al-Qur’an di 11 negara Asia Afrika (Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Siria, Lebanon, Mesir, Palestina, Aljazair dan Libya). Hal itu berlangsung selepas peristiwa pemberontakan G30S PKI tahun 1965.
“Saat berkunjung ke Saudi, kami berkesempatan melakukan ibadah haji, dan itu adalah haji pertama saya” kata Kiai Basori Alwi.
Tak pelak lagi, Ustadz Basori tercatat sebagai tokoh kaliber nasional dan internasional di bidang Tilawatil Qur’an. Beliau salah satu pendiri Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadh (Organisasi para qari’ dan penghafal Al-Qur’an), sekaligus salah satu pencetus ide Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat internasional pada Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) tahun 1964.
Ustadz Basori juga termasuk penggagas MTQ tingkat nasional. Sampai sekarang, beliau tidak pernah absen menjadi juri, baik pada MTQ dan STQ Nasional, maupun MTQ tingkat provinsi. Di samping itu, beliau dipercaya menjadi juri MTQ tingkat internasional di Brunei Darussalam (1985), Mesir (1998) dan Jakarta (2003). (Bersambung)