Imlek Bersama Longevitology, Seni Mengolah Energi
Sebetulnya sudah agak telat menggelar Perayaan Imlek 2019 dan Malam Cap Go Meh, tadi malam. Tapi itu yang dilakukan keluarga besar Longevitology.
Tahun baru Imlek sudah berlalu 5 Februari lalu. Cap Go Meh mestinya jatuh 20 Februari lalu. Sebab, Cap Go Meh itu selalu berlangsung di tanggal 15 penanggalan China.
Toh demikian, ratusan anggota Longevitology hadir. Mereka tidak hanya dari Surabaya. Tapi juga dari berbagai daerah di Jawa Timur. Ada dari Kediri dan Banyuwangi.
"Ini pun kami persiapkan secara mendadak. Tidak sampai dua minggu. Kalau lebih lama bisa tidak muat tempat ini," kata Ongko dengan penuh gembira.
Saya diundang sebagai kawan lama Ongko Digdoyo, Ketua Perkumpulan Longevitology Jatim. Ia iuga dikenal sebagai seorang tokoh Budha yang dihormati warga Tionghoa di Surabaya.
Sudah lama memang saya tidak kumpul dengan mereka. Ada Hermawan Sutanto, pengusaha garam yang juga pemilik Golden City Mall. Malam itu, ballroomnya menjadi tempat acara.
Bagi saya, sejumlah tradisi Tionghoa tak jauh berbeda dengan tradisi yang saya kenal sejak kecil. Jika ada hari raya Idul Fitri, juga ada hari raya kupat atau hari raya Syawal setelahnya.
Cap Go Meh ini hampir seperti Hari Raya Syawal atau Kupat yang saya kenal. Jika di hari Raya Kupatan makanan yang dikenal adalah kupat dan opor ayam, di Cap Go Meh dikenal Lontong Cap Go Meh.
Perayaan Imlek dan Cap Go Meh Longevitology ini ibarat menyambung persaudaraan baru. Menjadi ajang kangen-kangenan sambil mengulang belajar banyak tradisi Tionghoa.
Apalagi longevitology sendiri menarik untuk dipelajari. Bagaimana mengolah energi alam untuk pengobatan dan penyembuhan orang sakit. Ingin rasanya mendalami tentang ini.
Saya lebih suka menyebut Longevitology sebagai seni mengolah energi. Diolah untuk apa? Untuk pengobatan bagi diri sendiri maupun orang lain. Bisa untuk penyembuhan berbagai penyakit.
Metode ini dikembangkan seorang ahli terapi dari Taiwan. Setiap kali, ia diundang mengisi kelas khusus Longevitology. Dalam waktu dekat, 30 Maret sampai 3 April digelar di Surabaya.
Banyak orang yang sudah sakit stadium akut berhasil sembuh. Karena itu, di Jatim metode terapi ini berkembang dengan cepat. Anggotanya ribuan. Di Surabaya saja sudah tercatat 7 ribu orang.
Kembali ke perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Saya tertarik dengan berbagai simbol yang menyertai perayaan tersebut. Misalnya, ada upacara mengaduk makanan bersama.
Saya lupa bertanya apa nama upacara tersebut. Tapi ini selalu ada dalam setiap perayaan Imlek dan Cap Go Meh keluarga Tionghoa. Yang setiap rangkaiannya penuh simbol seperti orang Jawa tumpengan.
Di setiap meja undangan disediakan makanan dalam sebuah loyang. Semua undangan berdiri mengelilingi loyang itu. Kemudian dimulai dengan memeras jeruk nipis di atas ikan salmon. Artinya, semoga setiap tahun keselamatan dan jauh dari musibah.
Dilanjutkan dengan tuang ikan salmon di atas Yo Sang (nien-nien yo yi). Ini simbol doa semoga setiap tahun diberi sisa rejeki yang melimpah. Lalu diikuti dengan menuang lada sambil meneriakkan Gong Ci Fat Chai atau selamat tahun baru Imlek.
Berikutnya menuang minuak Yo Shang yang bermakna semoga bisnis tahun ini selalu lancar. Lantas menyiram madu agar keluarga selalu diberikan keharmonisan dalam rumah tangga.
Selesai? Belum. Masih ada rangkaian upacara menuang kerupuk berwarna emas di dalam Yi Shang. Ini berarti harapan agar tahun ini diberikan kelebihan banyak emas.
Terakhir ditutup dengan mengaduk berbagai makanan dengan bumbu yang penuh simbolik tadi bersama-sama. Semua ikut mengaduk dengan sumpit. Mereka mengaduk setinggi mungkin agar doanya makin terkabul.
Sungguh banyak simbol dari rangkaian perayaan Imlek ini. Juga cermin kebersamaan keluarga Longevitology yang malam itu merayakan tradisi tahun baru China secara bersama. (Arif Afandi)