Imigrasi Palangkaraya Menahan Jurnalis Asal Amerika Serikat
Komite Keselamatan Jurnalis mengecam penahanan dan pemidanaan Jurnalis Asing Mongabay, Philip Jacobson, oleh Imigrasi Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pemegang paspor Amerika Serikat itu ditahan dengan dugaan melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
Philip sebelumnya telah menjadi tahanan kota selama 1 bulan. Dia ditahan pada 17 Desember 2019 selepas mendatangi acara dengar pendapat antara DPRD Kalimantan Tengah dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Komite Keselamatan Jurnalis menilai penahanan dan penetapan status tersangka Philip Jacobson berlebihan dan mencoreng demokrasi di Indonesia. Tindakan Philip yang mengikuti rangkaian kegiatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) termasuk menghadiri audiensi DPRD merupakan bentuk aktivitas yang masih sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku.
Tindakan penahanan dan pemidanaan juga membangkitkan kecurigaan terhadap motif pemerintah.
"Jangan sampai ada dugaan penahanan itu adalah refleksi sikap antikritik dan sensitivitas yang berlebihan atas laporan-laporan investigasi lingkungan yang diterbitkan Philip Jacobson di Mongabay" tulis komite yang mengadvokasi kekersan pada jurnalis, dalam siaran persnya, Rabu 22 Januari.
Philip dikenal sebagai editor Mongabay yang aktif menulis isu lingkungan di Indonesia. Sejumlah berita yang pernah dimuat di Mongabay di antaranya kerusakan hutan dan lingkungan di Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sejumlah wilayah lain.
Mongabay juga menyoroti konflik lahan antara masyarakat adat dan sejumlah perusahaan serta antara masyarakat adat dan pemerintah.
Atas tindakan tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis menuntut:
1. Kantor Imigrasi Palangkaraya segera melepaskan dan membebaskan Philip Jacobson dari jerat pidana karena dalam kasus ini kami menilai tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh jurnalis Mongabay Philip Jacobson.
2. Presiden Jokowi memastikan tidak ada upaya kriminalisasi jurnalis dan pers karena hal tersebut dapat mencoreng nama baik Indonesia dalam komunitas pers di Internasional. Selain itu, Presiden Jokowi harus memastikan keterbukaan informasi dan akses jurnalis asing untuk meliput di Indonesia atas dasar kebebasan pers, keterbukaan informasi, dan hak asasi manusia.
Komite Keselamatan Jurnalis beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Advertisement