IMF, Jangan Dikte Indonesia!
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) membikin ulah. IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia'. Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Atas alasan itu, IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel. Bahkan tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas lainnya.
Berikut tanggapan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia (1. IMF Tidak Objektif), dan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari (2. Jangan Dikte Indonesia). (Redaksi)
1. IMF Tak Objektif
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menerapkan standar ganda kepada Indonesia soal larangan hilirisasi. Pasalnya, saat Amerika Serikat (AS) memberlakukan embargo bahan dan alat pembuatan semikonduktor terhadap Tiongkok, IMF tidak mengusik kebijakan tersebut.
Lalu IMF juga tak merecoki kebijakan Uni Eropa (UE) yang menerapkan aturan perdagangan baru terkait deforestasi yang berpotensi merugikan produk utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit, kayu dan peternakan di pasar Eropa jika tak lolos uji tuntas deforestasi.
Menurut saya ada standar ganda yang dibangun IMF saat negara-negara lain melarang ekspor. IMF tidak objektif dalam memberikan pertimbangan kepada Indonesia untuk penghapusan larangan ekspor nikel dan komoditas mineral lainnya.
Kami meminta agar IMF menghargai kedaulatan suatu negara dalam kebijakan yang dirumuskan. IMF juga diminta agar mengadopsi hasil pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022 yang menyepakati setiap negara mempunyai keleluasaan untuk menyusun strateginya, termasuk kebijakan investasi soal hilirisasi, dan sektor prioritas lainnya.
Keputusan G20 itu sudah disetujui menjadi keputusan bersama dengan memberikan ruang masing-masing negara mengelola penciptaan nilai tambah dengan keunggulan produksi masing-masing.
Bagi pemerintah, hilirisasi tak bisa ditawar-tawar atau harga mati. Indonesia akan tetap memprioritaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bahan mentah komoditas tambang. Bahwa langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan larangan ekspor tetap kita lakukan.
Pemerintah Indonesia tak masalah jika negara lain keberatan dengan kebijakan tersebut dan mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Pemerintah akan menghadapi gugatan tersebut. Hal ini juga yang sedang dihadapi pemerintah terkait penerapan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020, yang kemudian digugat Uni Eropa ke WTO.
Meski sempat dimenangkan Uni Eropa pada Oktober 2022, namun di akhir tahun lalu pemerintah memutuskan mengajukan banding. Kalau kita ke WTO, ke WTO saja, masak negara lain boleh (hilirisasi), kita enggak boleh, yang benar saja.
Hilirisasi merupakan bagian dari strategi Indonesia untuk menjadi negara maju. Sebab salah satu kunci untuk menjadi negara maju adalah industrialisasi. Hal itu seperti yang dilakukan negara-negara Eropa pada abad ke-16 yang memulai industrialisasi sektor tekstil. Amerika Serikat (AS) sekitar 1930 mengenakan tarif impor 40 persen yang bertujuan untuk membangun industri dalam negeri.
Selain itu, ada China yang pada 1980-an menetapkan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada produknya harus mencapai 80 persen. Serta Finlandia yang pada 1986 menerapkan kebijakan bahwa investor asing tidak boleh memiliki saham lebih dari 20 persen. Negara-negara itu pun pada akhirnya menjadi negara-negara hebat. Ini sejarah. Apakah kita Indonesia tidak boleh mengikuti jejak mereka?.
Kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel telah berdampak baik bagi perekonomian Indonesia. Hal ini tercermin dari hasil ekspor produk nikel yang sudah diolah di dalam negeri.
Pada 2017-2018, nilai ekspor Indonesia untuk produk nikel hanya berkisar 3,3 miliar dollar AS. Namun dengan diterapkannya kebijakan larangan ekspor bijih nikel pada awal 2020, nilai ekspor produk nikel yang sudah di olah melonjak menjadi 30 miliar dollar AS pada 2022.
Jadi dengan kita melakukan hilirisasi, itu penciptaaan nilai tambahnya sangat tinggi di negara kita.
2. Jangan Dikte Indonesia
Kebijakan hilirisasi yang dilakukan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sangat bermanfaat. Mulai dari peningkatan investasi, lapangan pekerjaan, dan neraca dagang Indonesia.
Karena itu, yang dilakukan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terkait kebijakan Indonesia tidak pas. Selain sebagai negara berdaulat, hilirisasi juga upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menjadi negara maju.
Lihat saja ketika hilirisasi diterapkan. Realisasi investasi meningkat, dan berhasil menciptakan lapangan kerja. Neraca dagang kita juga surplus dari kebijakan ini.
Berdasarkan data, realisasi investasi di sektor industri logam dasar meningkat pesat. Pada 2019, realisasi investasi di sektor tersebut hanya Rp61,6 triliun. Namun, ketika pemerintah terus menggalakkan hilirisasi, realisasi investasinya tembus Rp171,2 triliun pada tahun lalu.
menambahkan, dengan investasi yang meningkat pesat, lapangan pekerjaan pun otomatis terbuka, khususnya di sektor pertambangan dan industri logam dasar.
Menukil data Kementerian Investasi, terjadi pertumbuhan penciptaan lapangan kerja di sektor tersebut, sebesar 26,9 persen selama empat tahun terakhir. Begitu pula dengan neraca dagang Indonesia.
Pada 2019, defisit USD3,6 miliar. Namun, setelah kebijakan hilirisasi digalakkan, neraca dagang menjadi surplus USD54,5 miliar.
Artinya, kebijakan hilirisasi yang dilakukan Presiden Jokowi benar-benar bermanfaat bagi perekonomian kita. Terlihat jelas peningkatannya, sebelum dan sesudah kebijakan ini diterapkan.
Sebab itu kami mendukung, dan meminta kepada Pemerintah untuk mengabaikan rekomendasi yang diberikan IMF. Sebagai suatu negara, Indonesia berhak memutuskan aturan main untuk mengelola sumber daya alamnya, termasuk nikel.
Indonesia tidak bisa didikte. Apalagi soal urusan kebijakan yang tujuannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju.*
Sumber:
*) Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat konferensi pers dilansir Media Indonesia, Sabtu, 1 Juli 2023.
**) Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Akbar Himawan Buchari, yang CEO Saka Group, dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 2 Juli 2023.
Advertisement