Imbas PPPK, NU - Muhammadiyah Kehilangan 43 Ribu Guru Profesional
Kebijakan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mempengaruhi ketersediaan guru di sekolah swasta. Komisi X DPR RI mencatat sekolah swasta milik Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kehilangan 43 ribu guru professional.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi usai acara sosialisasi standar nasional Pendidikan dan rapor Pendidikan, di Hotel Aston Jember, Minggu, 11 Juni 2023.
Anggota legislatif dari Partai Golkar yang akrab dipanggil Bang Pur itu mengatakan, persoalan migrasi guru Lembaga Pendidikan swasta ke negeri menjadi salah satu persoalan yang tidak diantisipasi oleh pemerintah. Sehingga, pasca kebijakan rektutmen PPPK, banyak sekolah swasta yang kehilangan guru.
Komisi X DPR RI mencatat jumlah ASN PPPK guru yang sudah mendapatkan SK di seluruh Indonesia saat ini mencapai 650 ribu. Sementara yang masih proses penerbitan SK kurang lebih ada 60 ribu guru.
Dari 650 ASN PPPK guru tersebut, 50 ribu di antaranya merupakan guru yang mengajar di Lembaga Pendidikan swasta.
Bahkan 43 ribu di antaranya merupakan guru di Lembaga Pendidikan milik NU dan Muhammadiyah. Imbas dari rekrutmen PPPK, NU kehilangan guru professional sebanyak 20 ribu dan Muhammadiyah sebanyak 23 ribu.
“Sekolah milik NU dan Muhammadiyah kehilangan guru professional karena bermigrasi ke Lembaga Pendidikan negeri setelah lulus PPPK. Ini persolan yang kurang diantisipasi pemerintah,” kata Ban Pur.
Agar tidak terjadi kesenjangan kualitas Pendidikan swasta dengan negeri, Komisi X berkoordinasi dengan Komisi II, Kemendagri, Kemenkeu, Kemendikbudristek, dan Menpan RB. Dalam rapat bersama tersebut Komisi X meminta agar pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres).
Melalui Kepres itu, memungkinkan adanya penugasan ASN PPPK Guru ke sekolah asalnya. Dengan demikian status mereka tetap berada di lembaga milik pemerintah yang ditugaskan di lembaga swasta.
Sebab, jika kembali begitu saja tanpa ada dasar hukumnya, maka akan menjadi temuan. Sebab tidak mungkin pemerintah menganggarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukannya.
“Persoalan ini kita selesaikan melalui Kepres yang bisa menugaskan kembali ASN PPPK ke sekolah asal. Atau pilihannya UU ASN kita ubah,” tambah Bang Pur.
Selain menyoroti persoalan migrasi guru dari swasta ke negeri, Komisi X juga menyinggung soal ketersediaan anggaran gaji ASN PPPK di daerah. Menurut penjelasan Kemenkeu, anggaran gaji ASN PPPK di daerah dibayar menggunakan DAU dan DAK dari pemerintah pusat.
Namun, sejauh ini realisasi tersebut belum maksimal. Masih banyak kuota ASN PPK di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia yang belum terisi.
Pemerintah daerah tidak berani mengisi seluruh kuota dengan alasan APBD tidak mencukupi. Sehingga pemerintah daerah membuka formasi lebih sedikit dibanding kuota yang seharusnya.
Menyikapi persoalan tersebut, Kemenkeu sempat meminta agar DAK dan DAU dari pusat tidak boleh dipakai untuk kegiatan lain selain membayar gaji ASN. Namun kebijakan tersebut belum bisa dilaksanakan, karena di sisi lain Kemendagri juga memiliki kebijakan tersendiri.
“Jember dan Lumajang setiap tahun ada. Namun formasinya tidak sesuai kuota. Alasannya daerah tidak mendapat transfer uang dari pusat,” pungkas Bang Pur.