Imbas Corona, KONI Jatim Ubah Pola Puslatda
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur merubah pola pelaksanaan Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda) Jatim 100. Perubahan itu dilakukan karena harus menyesuaikan dengan keadaan darurat atas merebaknya virus corona atau Covid-19.
Ketua KONI Jatim, Erlangga Satriagung mengatakan, pelatihan tidak bisa tidak berjalan meski pemerintah telah mengeluarkan himbauan untuk bekerja dari rumah dan melakukan social distancing. Namun, untuk menjalankan itu sangat sulit karena kondisi atlet akan turun.
Sehingga, pihaknya telah membuat formulasi baru untuk mengantisipasi corona terhadap atlet. Opsinya adalah training from home (TFH) atau melakukan camp tertutup.
“Merebaknya corona ini Puslatda tetap latihan dan harus tetap ada latihan karena kalo gak kondisinya bisa drop. Namun polanya dirubah, sekarang ini latihan biasa di lapangan ngumpul dengan orang banyak dan klub lain akan kita ubah dengan latihan di rumah atau camp tertutup,” kata Erlangga kepada Ngopibareng.id, saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin 23 Maret 2020.
Erlangga menjelaskan, untuk cabor yang memilih camp tertutup mereka harus melakukan di satu tempat yang itu hanya digunakan untuk atlet Jatim tanpa ada orang lain di dalamnya. Tempat itu harus lengkap dengan tempat menginap dan tempat latihan.
Untuk masalah makanan dan suplemen, mereka tidak perlu khawatir karena KONI Jatim akan mengirim makanan sesuai menu yang diberikan tim gizi. Itupun, distributor hanya akan mengantar makanan di ruangan yang ditetapkan sebagai titik poin.
“Pokoknya atlet, pelatih dan mekanik gak boleh ketemu orang luar, yang sudah di dalam juga gak boleh keluar camp. Misalnya ada pelatih yang biasanya pulang pergi dia tidak kita perbolehkan masuk camp karena sudah kontak dengan siapa aja,” tegasnya.
Namun, dia tetap beri kelonggaran kepada mereka yang memang harus keluar karena ada hal yang mendesak.
Selain itu, setiap menjelang latihan para atlet, pelatih dan mekanik harus melakukan protokol penanganan corona dengan melakukan pengecekan suhu tubuh setiap jelang dan usai latihan, kemudian atlet, pelatih dan mekanik, alat latihan harus disemprot cairan disinfektan. Bahkan, mereka juga harus melakukan social distancing.
Sementara itu, bagi cabor yang memilih TFH harus memantau setiap program latihan yang dilakukan sesuai jadwal melalui video conference. Sehingga para atlet akan terpantau kondisinya meski memang tak bisa maksimal.
Erlangga mengaku, jika pilihan tersebut menjadi salah satu solusi meskipun banyak hal yang mengkhawatirkan. Baginya, TFH membuat atlet akan berkontak dengan keluarga yang mungkin banyak aktifitas di luar, kemudian latihan yang dilakukan hanya berputar pada pengendalian kondisi fisik dan teknik.
“Situasi seperti ini harus ada kecerdasan yang harus kita cari solusinya supaya tidak ngedrop. Kalau di off-kan 100 persen kemudian tidak dilakukan langkah-langkah cerdas, ya ini bisa tidak terkendali turunnya artinya bisa mulai nol lagi. Padahal, ini sudah masuk persiapan akhir yang harus naik terus sampai peaknya bulan Oktober,” pungkasnya.