Imam Syaifi’i pun Jadi Musyrik? Ini Soal Furu’iyah, Bukan Akidah
Masih saja ada juru dakwah yang memperolok amalan ibadah umat Islam yang lain, yang dianggap tak sesuai dengan praktik yang dilakukannya. Seperti membaca Syi’ir Li Khamsatun dan bacaan lain yang kerap dilantunkan di kalangan umat Islam di Nusantara, seperti di pesantren dan langgar-langgar (musala), mendapat cercaan mereka. Bahkan, di-musyrik-musyrikkan.
Benarkah demikian? Berikut Ust Faris Khairil Anam memberi penjelasan selintas tentang “Imam Syafii pun Jadi Musyrik?”:
Orang-orang ini orang kapan. Main memusyrik-musyrikkan orang. Khilaf tawassul – dengan wasilah orang meninggal dunia itu – ranahnya furu’iyah. Bukan masalah akidah.
Ibnu Taimiyah pun, setelah menjelaskan beberapa pendapat ulama yang berbeda pendapat mengenai hukum tawassul, menegaskan bahwa masalah hukum tawassul ini khilafiyah alias debateble, dan bahwa pengkafiran dalam masalah tersebut adalah perbuatan haram dan dosa.
Dalam Majmu’ Fatawa beliau katakan:
وَلَمْ يَقُل أَحَدٌ: إِنَّ مَنْ قَال بِالْقَوْل الأْوَّل فَقَدْ كَفَرَ، وَلاَ وَجْهَ لِتَكْفِيرِهِ، فَإِنَّ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ خَفِيَّةٌ لَيْسَتْ أَدِلَّتُهَا جَلِيَّةً ظَاهِرَةً، وَالْكُفْرُ إِنَّمَا يَكُونُ بِإِنْكَارِ مَا عُلِمَ مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ، أَوْ بِإِنْكَارِ الأْحْكَامِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَالْمُجْمَعِ عَلَيْهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ. بَل الْمُكَفِّرُ بِمِثْل هَذِهِ الأْمُورِ يَسْتَحِقُّ مِنْ غَلِيظِ الْعُقُوبَةِ وَالتَّعْزِيرِ مَا يَسْتَحِقُّهُ أَمْثَالُهُ مِنَ الْمُفْتَرِينَ عَلَى الدِّينِ، لاَ سِيَّمَا مَعَ قَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّمَا رَجُلٍ قَال لأِخِيهِ: يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا. (مجموعة فتاوى ابن تيمية 1 / 106)
Dari dulu, para ulama sudah bertawassul. Imam Syafi’i pun ahli tawassul. Yang beliau suka adalah tawassul dengan ahul bait, seperti yang ada dalam bait syair li khamsatun itu. Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami pernah dawuh:
وَلِمُبَالَغَةِ الشَّافِعِي فِيْهِمْ صَرحَ بِأَنَّهُ مِنْ شِيْعَتِهِمْ حَتَّى قِيْلَ كَيْت وَكَيْت. فَأجَابَ عَن ذَلِك بِمَا قَدَّمْنَاهُ عَنْهُ مِنَ النّظمِ البَدِيْعِ.
“Karena begitu cintanya al-Syafi’i pada mereka (ahlul bait) ia menegaskan bahwa beliau adalah termasuk syi’ah (loyalis) mereka. Sampai dikatakan pada beliau, “Begini-begini (kayt, kayt: sebutan untuk kisah dan kejadian). Maka beliau menjawab hal itu dengan syair indah yang telah kami sebutkan.
وَلَهُ أَيْضاً:
آلُ النَّبِي ذَرِيْعَتِي وَهُمْ إِلَيْهِ وَسِيْلَتِي
أَرْجُو بِهِمْ أُعْطى غَداً بِيَدِي الْيَمِيْنِ صَحِيْفَتِي.
(الصواعق المحرقة على أهل الرفض والضلال والزندقة 2/ 525)
Imam Syafi’i juga mengatakan:
Keluarga Nabi adalah penghubungku
dan mereka adalah perantaraku kepada-Nya.
Berkat mereka aku berharap kelak
aku mendapatkan catatan amal perbuatanku dengan tangan kananku.”
(Ibnu Hajar al-Haitami, al-Shawaiq al-Muhriqah ‘ala Ahl al-Rafdh wa al-Dhalal wa al-Zindiqah, jilid 2, hal. 525)
Syair li khamsatun adalah doa tawassul dengan ahlul bait. Imam Syafi'i juga melakukan tawassul dengan ahlul bait. Mayoritas ulama setuju dan memperbolehkan tawassul. Yang nggak setuju pun nggak sampai bilang syirik. Hanya ustadz jenis-jenis ini saja yang suka bilang "musyrak-musyrik".
*) Tentang syair li khamsatun, terkait penyusunnya, maknanya, dan apakah syair tersebut bagian dari ajaran Syi’ah, insya Allah ada penjelasan yang telah kami tulis.
Semoga bermanfaat.