Imam-imam Mazhab Mendoakan Gurunya saat Shalat
Dalam ajaran Islam ala Ahlussunnah waljamaah, terdapat tradisi untuk mendoakan guru-guru yang memberikan ilmu dan bersambung pada Rasulullah Muhammad Shallallalu alaihi wasallam (SAW). Benarkah hal itu telah menjadi tradisi sejak para imam mazhab ataukah hanya praktik belakangannya semata?
Berikut penjelasan KH M Maruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, Bangkalan:
Ulama Salaf dari beberapa Mazhab melakukan amalan doa untuk para gurunya, tidak sekali duakali, tapi ada yang puluhan tahun. Berikut di antaranya:
قال أحمد بن حنبل: إنى لأدعو للشافعى فى صلاتى من أربعين سنة أقول: اللهم اغفر لى ولوالدى ولمحمد بن إدريس الشافعى (تهذيب الأسماء - ج ٣ / ص ٧٦)
Ahmad bin Hambal berkata: "Sungguh aku mendoakan untuk Syafi'i dalam salatku selama 40 tahun. 'Ya Allah ampuni aku, kedua orangtuaku dan Syafi'i" (An-Nawawi, Tahdzib Asma', 3/76)
وقال أبو حنيفة: ما صليت صلاة منذ مات حماد إلا استغفرت له مع والدى، وإنى لأستغفر لمن تعلمت منه علمًا أو علمته علمًا (تهذيب الأسماء - ج ٣ / ص ٩٩)
Abu Hanifah berkata: "Aku tidak melakukan satu salat sejak wafatnya Hammad kecuali aku mintakan ampun untuknya bersama orang tuaku, guruku dan muridku" (An-Nawawi, Tahdzib Asma', 3/99)
كان أبو يوسف يقول في دبر صلواته: اللهم اغفر لي ولوالدي ولأبي حنيفة (أخبار القضاة - ج ١ / ص ٣٤١)
Abu Yusuf berdoa di akhir salatnya "Yaa Allah ampuni aku, kedua orang tuaku dan Abu Hanifah" (Waki', Akhbar Qudhat, 1/341).
Menambah Doa
Apakah diperbolehkan dalam salat menambah doa? Padahal seperti yang dilakukan oleh beberapa ulama Mazhab dari kalangan Salaf tersebut tidak dicontohkan oleh Nabi? Sementara saya menemukan penjelasan dari kalangan Mazhab Hanafi, Ibnu Najim (970 H) menulis:
قَالَ فِي الْحَاوِي الْقُدْسِيِّ مِنْ سُنَنِ الْقَعْدَةِ الْأَخِيرَةِ الدُّعَاءُ بِمَا شَاءَ مِنْ صَلَاحِ الدِّينِ وَالدُّنْيَا لِنَفْسِهِ وَلِوَالِدَيْهِ وَأُسْتَاذِهِ وَجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ ، وَهُوَ يُفِيدُ أَنَّهُ لَوْ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِأُسْتَاذِي لَا تَفْسُدُ مَعَ أَنَّ الْأُسْتَاذَ لَيْسَ فِي الْقُرْآنِ
Al Gharnawi berkata dalam Al Hawi Al Qudsi bahwa di antara anjuran duduk tahiyat akhir adalah doa apa saja yang diinginkan untuk kebaikan agama dan dunia, untuk dirinya, orang tuanya, gurunya dan umat Islam. Ini menunjukkan bahwa jika seseorang berdoa 'Yaa Allah ampuni aku, kedua orang tuaku dan guruku' tidak membatalkan salat padahal redaksi ustaz tidak ada dalam Al Qur'an" (Al Bahr Ar-Raiq, 3/321)
Dari mana istimbath ulama Mazhab tersebut? Rupanya bersumber dari beberapa Sahabat yang menambah bacaan saat Tahiyat dan cenderung menilainya sebagai ibadah ghairu mahdhah. Berikut beberapa riwayatnya:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ ابْنُ عُمَرَ زِدْتُ فِيهَا وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (رواه أبو داود ٨٢٦)
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ : عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّهُ كَانَ يَتَشَهَّدُ فَيَقُوْلُ بِسْمِ اللَّهِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ السَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِيْنَ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ شَهِدْتُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله. رواه مالك والبيهقي إسناده صحيح (روضة المحدثين - ج ١٠ / ص ١٨٥)
وَعَنِ الشَّعْبِي قَالَ كَانَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ بَعْدَ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيًّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ "السَّلَامُ عَلَيْنَا مِنْ رَبِّنَا". (رواه الطبراني في الكبير ورجاله رجال الصحيح مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - ج ١ / ص ٣١٨)
Demikian uraian KH Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, Bangkalan.
Semoga bermanfaat.