Ilmu Zuhud kok Nimba Air! Ini Pelajaran Mbah Jalil Tulungagung
"Mbah Yai, apa yang dimaksud dengan zuhud dalam kitab Ihya' Ulumuddin ?"
"Kamu belum paham ya?"
"Belum, Mbah."
"Sana, isi bak mandinya sampai penuh dulu...!"
"Baik, Mbah..."
Lalu si santri bergegas mengisi dua bak mandi yang besar-besar. Dia menimba air dari sumur.
"Sampun Mbah. Sudah selesai, Mbah...!"
"Capek nggak kamu?"
"Ya, capek, Mbah."
"Ya sudah, sekarang kamu mandi dulu. Habis itu ke rumahku ya..."
"Ya, Mbah."
"Zuhud bukan berarti tidak punya harta. Zuhud adalah kosongnya hati dari (cinta berlebihan) kepada harta. Sungguh Nabi Sulaiman alaihi salam termasuk orang yang Zuhud di dalamnya kerajaannya"
Setelah mandi si santri sowan ke rumah Mbah Kiai Abdul Jalil Tulungagung.
"Sudah rampung mandinya?"
"Sudah, Mbah."
"Airnya kamu habiskan?"
"Ya mboten (tidak), Mbah. Secukupnya saja."
"Itulah zuhud. Cari harta sebanyak-banyaknya tapi dipakai secukupnya. Sisanya biar dimanfaatkan orang lain."
Demikian itulah yang, menurut Gus Tajul Mafakhir, Putra Kiai Utsman Al Ishaqi, disebut ilmu lelampahan, langsung praktik. Dan kiai kita dahulu banyak yang ahli mengajarkan semacam ini.
Imam Al Ghazali berkata di dalam mukadimah kitab Ihya':
ﻭﻟﻴﺲ اﻟﺰﻫﺪ ﻓﻘﺪ اﻟﻤﺎﻝ ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﺰﻫﺪ ﻓﺮاﻍ اﻟﻘﻠﺐ ﻋﻨﻪ ﻭﻟﻘﺪ ﻛﺎﻥ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ ﻓﻲ ﻣﻠﻜﻪ ﻣﻦ اﻟﺰﻫﺎﺩ .
"Zuhud bukan berarti tidak punya harta. Zuhud adalah kosongnya hati dari (cinta berlebihan) kepada harta. Sungguh Nabi Sulaiman alaihi salam termasuk orang yang Zuhud di dalamnya kerajaannya"
Bagi kita mungkin secara teoritis terlihat mudah. Namun dalam kenyataannya, ikan pindang yang akan kita makan lalu diembat sama kucing, ngejarnya sampai ke luar rumah.(adi)