Ilmu Tak Dibarengi Akhlak, Ini Akibatnya
Fakta banyaknya kaum terpelajar dan generasi muda khususnya pelajar dan mahasiswa yang tidak mengintegrasikan ilmu dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang menjadi perhatian khusus para juru dakwah.
Di antaranya, Ahmad Najib Afandi (Gus Najib). Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Provinsi Jawa Tengah ini, memberi contoh kebiasaan tawuran pelajar, gaya hidup dan aktivitas yang kebablasan dengan mengikuti mode semisal dandanan serta potongan rambut yang urakan menjadi bukti banyak siswa yang belum mendapatkan dan menerapkan pendidikan akhlak yang memadai di lembaga masing-masing.
Contoh lainnya, banyak kaum terpelajar seperti anggota dewan dan pejabat saat ini yang tidak mengaplikasikan ilmu dan akhlak secara berbarengan sehingga harus berakhir di balik jeruji.
“Ini artinya, semua orang punya kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan masa depan yang gemilang dengan modal ilmu dan akhlak,” kata Gus Najib.
Gus Najib pun menegaskan, penting bagi kaum milenial untuk sadar diri terhadap fenomena ini dan segera mengutamakan ilmu dan akhlak di tengah perkembangan dunia modern saat ini. Allah SWT lanjutya, hanya mengangkat orang yang beriman, bertakwa, berakhlak dan berilmu saja. Bukan yang kaya atau yang berkedudukan tinggi.
“Ini artinya, semua orang punya kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan masa depan yang gemilang dengan modal ilmu dan akhlak,” papar Gus Najib.
Oleh karenanya Gus Najib mengajak para pelajar untuk terus bersemangat mencari ilmu, terutama ilmu agama. Karena Allah akan mengangkat derajat lebih tingg orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menuntut ilmu.
Gus Najib juga memotivasi para siswa dengan hadist dan maqalah ulama tentang ilmu dan keutamaannya.
Seperti hadits Nabi: “Tidak ada cara menyembah yang terbaik daripada memahami agama (Islam) dan sesungguhnya satu ahli fikih bagi setan lebih berat daripada meggoda seribu ahli ibadah”.
Ibnu Zubaer juga berwasiat kepada anaknya: "Wahai anakku tuntutlah ilmu jika kelak engkau jadi orang miskin, maka ilmu akan menjadi harta. Jika nanti engkau jadi orang kaya, maka ilmumu akan menghiasi hidupmu".
Pada kesempatan tersebut Gus Najib juga mengingatkan pentingnya niat dalam mencari ilmu berdasarkan hadits Nabi: Barang siapa mencari ilmu bukan karena Allah, maka nerakalah tempatnya." Karena itulah Najib mengajak peserta cafe aswaja untuk meluruskan niatnya.
Akhlak = Garamnya ilmu
Terkait esensi akhlak bagi orang berilmu, Gus Najib menjelaskan, akhlak adalah hal utama yang harus dipenuhi sebelum ilmu. Karena itulah, ia megingatkan agar pihak lembaga pendidikan lebih memperhatikan persoalan akhlak kepada siswanya dari pada urusan nilai akademik semata.
“Akhlak-lah sesungguhnya yang menjadi barometer keberhasilan pendidikan,” tegasnya.
Gus Najib pun menyampaikan beberapa kisah dan maqalah seperti saat Habib bin Syahid menasehati putranya agar dekat dengan fuqoha (ahli fiqih) dan belajar ahlak kepada mereka. Sesungguhnya ilmu tanpa akhlak akan hambar dan sia-sia.
Maqalah lain seperti pesan Ruem kepada putranya: “Jadikanlah ilmumu sebagai tepung dan akhlakmu sebagai garam. Betapa hambarnya tepung jika tidak diberi garam."
Bahkan Ibnu Mubarok lanjutnya mengatakan: “Kami lebih butuh kepada sedikit akhlak dari pada ilmu yang banyak." Hal ini senada dengan Imam Syafii ketika ditanya perihal belajar dan mencari akhlak, ia menjawab:
“Seperti ibu yang kehilangan anak satu-satunya.”
Berbagai Maqalah para ulama tersebut lanjutnya, telah menjadi bukti betapa percumanya ilmu jika tidak dibarengi dengan akhlak. Dan ilmu yang dibarengi dengan akhlak adalah ciri diterimanya ilmu di akhirat. Karena itulah, tambah Gus Najib, Abu Abdullah Al Balkhi mengatakan: "Akhlak badan lebih banyak dari pada akhlaknya ilmu dan ahlaknya ilmu lebih besar dari pada ilmu itu sendiri". (adi)
Advertisement