Ilmu Harus Tetap Ditulis, Ini Penjelasan Ulama Pesantren
Khazanah pemikiran Islam di Nusantara telah terbukti mempunyai perjalanan panjang. Khususnya, dalam mengembangkan Islam yang rahmatan lil 'alamin di Indonesia.
Mereka adalah para pendiri pesantren legendaris, seperti KH Mahfudz at-Tamasyi, KH Hasyim Asy'ari dan KH Shaleh Darat Semarang.
Ilmu harus ditulis, demikian pesan para alim ulama terdahulu. Terkait hal itu, ini penjelasan Ustadz Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya:
Supaya ilmu dapat masuk ke dalam hati dan pikiran dengan sempurna sebenarnya mudah, yaitu keseriusan dan fokus. Jika bermain-main maka ilmu tidak terserap dengan baik.
Hal ini pula yang diingatkan dalam Al-Qur'an:
مَا يَأْتِيهِم مِّن ذِكْرٍ مِّن رَّبِّهِم مُّحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ ° لاهِيَةً قُلُوبُهُمْ ۗ
"Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. (Al-'Anbyā': 2)
Saat pengajian di masjid -karena ada banyak jamaah- maka saya pakai proyektor agar mereka fokus mendengarkan dan membaca tulisan dalil di layar. Cara ini lebih baik dari pada ngaji 'kupingan'. Namun saya tetap berkeyakinan bahwa metode terbaik untuk ilmu adalah ditulis, sebagaimana Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
ﻗﻴﺪﻭا اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ (ﻃﺐ ﻛ) ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ.
"Ikatlah ilmu dengan buku/tulisan" (HR Thabrani dan Hakim dari Abdullah bin Amr)
Saya pernah melihat tayangan di berita tentang metode menghafal Al-Qur'an yang terdapat di Maroko. Para santrinya diberi papan tulis dan kapur, kemudian menulis ayat di papan tersebut, lalu dihafalkan, setelah lancar kemudian dihapus. Ternyata cara seperti ini lebih kuat memorinya dan tahan lama. Konon cara ini sudah diwariskan berabad-abad.
Saat saya di Pondok dulu juga ada kewajiban menulis mata pelajaran dan dilegalisir sebagai syarat keabsahan mengikuti ujian sekolah. Ternyata kyai kami juga menulis kitab dengan makna tetap bertahan hingga sekarang.
Terlebih jika diterapkan kepada usia belia, sebagaimana dalam riwayat:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﺪﺭﺩاء ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: " «ﻣﺜﻞ اﻟﺬﻱ ﻳﺘﻌﻠﻢ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﻐﺮﻩ ﻛﺎﻟﻨﻘﺶ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺠﺮ، ﻭﻣﺜﻞ اﻟﺬﻱ ﻳﺘﻌﻠﻢ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﻛﺒﺮﻩ ﻛﺎﻟﺬﻱ ﻳﻜﺘﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎء» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ، ﻭﻓﻴﻪ ﻣﺮﻭاﻥ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ اﻟﺸﺎﻣﻲ، ﺿﻌﻔﻪ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﺎﺗﻢ.
Hadis: "Perumpamaan orang yang mencari ilmu saat kecil adalah seperti memahat di atas batu. Perumpamaan orang yang mencari ilmu saat tua adalah seperti menulis di atas air". (HR Thabrani. Marwan bin Salim dinilai dhaif oleh al-Bukhari, Muslim dan Abu Hatim).
Advertisement