Ikhtiar Pemkot Surabaya Perangi Kemiskinan Lewat Padat Karya
Jarum jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Sudartik bersama tiga karyawannya bersiap bekerja di konveksi rumahan miliknya. Ada yang menjahit, juga memasang kancing. Sudartik sendiri bertugas memotong kain di halaman depan rumahnya.
Aktivitas itulah yang sejak awal tahun berjalan di rumah jahit "Benang Emas" milik Sudartik. Rumah di Jalan Setro Baru 1, Surabaya itu beroperasi sejak 1986. Namun, usaha Bu Pur, panggilan karib Sudartik, sempat mandek selama pandemi COVID sebab tak ada pesanan masuk, sama sekali.
Rumah jahit ini aktif kembali sejak awal tahun 2022, ketika mendapatkan bantuan dari Pemkot Surabaya lewat program padat karya. "Mulai COVID-19 tidak ada order atau orang yang mau jahit lagi. Bersyukur saya dapat order seragam dari Pemkot Surabaya sejak awal tahun 2022 ini," terang wanita berhijab ini saat ditemui di kediaman sekaligus rumah jahitnya.
Bu Pur menceritakan, awalnya ia mengetahui info program padat karya dari majelis taklim (pengajian) yang sering diikuti. Wanita berusia 63 tahun ini pun menyambut gembira tawaran tersebut.
Paceklik Pandemi
Pasalnya, sudah lama ia tak bekerja dan hanya mengandalkan gaji dari suaminya. Seorang sopir truk di pabrik minuman kemasan. Saat ini, UMKM jahit yang digelutinya berhasil meraih omzet Rp 7 juta per bulannya.
"Wah, saya langsung senang, karena selama ini kan (waktu pandemi COVID-19) bertahan dari gaji suami saja, apalagi anak saya masih kuliah satu. Kalau konveksi saya hidup lagi bisa menutupi apa yang kurang selama ini," katanya dengan semangat.
Ia juga mengaku sempat terlilit utang, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, selama dua tahun terakhir. Sebab tak ada konsumen yang memanfaatkan jasa konveksinya. "Terkadang juga pinjam saudara, sekarang dapat penghasilan ya buat bayar hutang," jelasnya bercerita.
Bantuan Pemkot
Kondisi berubah setelah ia mulai mendapatkan banyak orderan berupa seragam SD, rompi dan kaos dari Pemkot Surabaya. Pemkot memiliki program seragam gratis bagi siswa kurang mampu, di mana seragam yang diberikan dijahit oleh UMKM seperti rumah konveksi milik Bu Pur.
Tak hanya senang mendapatkan orderan jahitan dari Pemkot lewat program padat karya, Nenek dua cucu ini merasa senang dengan teknis pembayaran yang tak berbelit dan langsung diberikan.
"Yang bikin saya semangat karena begitu jahitannya selesai langsung dibayar. Setiap saya setor di Kantor Tambakwedi selesai dihitung langsung dibayar, jadi saya juga langsung bayar ke orang-orang yang bantu saya," terang Bu Pur.
Rejeki yang dihasilkan dari rumah jahit nenek dua cucu ini juga menjadi sumber penghasilan orang-orang di sekitarnya. Pasalnya, empat karyawan yang membantunya saat ini adalah tetangganya.
Menariknya, Bu Pur tak memilih karyawan yang masih muda dan bertenaga tetapi justru lansia dan beberapa di antaranya adalah seorang janda. Salah satunya yakni Lestari.
Pensiunan buruh pabrik ini merasa senang bisa mendapatkan tambahan penghasilan dengan berada di rumah saja. "Senang, saya bisa dapat tambahan penghasilan dan tidak perlu jauh dari rumah. Selain itu, menjahit jadi hal baru bagi saya yang selama ini menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja di pabrik," ungkap perempuan berusia 52 tahun ini.
Manfaat Padat Karya Paving
Program padat karya tak hanya menyelamatkan rumah jahit Benang Emas milik Bu Pur yang mati suri karena pandemi COVID-19. Ada pula masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mulai keluar dari jerat kemiskinan lewat padat karya paving.
Dia adalah Syaiful Anas warga Kapas Krampung gang dua. Ditemui di tempat produksi paving milik Pemkot Surabaya, pria 40 tahun ini mengatakan, dulunya ia hanya seorang ojek online (ojol) sambil membuka warung kopi.
Penghasilannya yang tak menentu membuat keluarganya masuk dalam daftar MBR Pemkot Surabaya. Sekitar empat bulan lalu dirinya mengikuti pelatihan padat karya membuat paving dan bekerja hingga saat ini.
Mulanya Anas dan lima orang warga MBR lainnya dari Kecamatan Tambaksari dijadikan satu tim, karena pekerjaan ini memang dilakukan berkelompok.
Setelah mendapatkan tim, ia dan timnya diberi modal Rp 15 juta untuk membeli bahan baku paving dan sebuah mesin pembuat paving. Kemudian, mereka mendapatkan orderan paving dari proyek Pemkot Surabaya.
'Kini bapak dua anak bersama timnya tersebut bisa meraup penghasilan Rp 6 Juta per bulannya untuk per kepala. "Kalau dibandingkan dulu waktu masih jadi ojol dan buka warung penghasilan saya jauh lebih banyak sekarang," katanya ditemui di Jalan Tambaksari Nomor 11, Surabaya.
Kendati demikian Anas menyampaikan, penghasilan yang cukup lumayan tersebut tak didapatkan dengan mudah, butuh usaha dan konsistensi dari ia dan timnya.
Bila ada satu anggotanya timnya yang absen akan sangat berpengaruh pada produksi pavingnya. "Kalau satu tidak masuk misalnya pengaruh ke produksi karena tenaga tidak cukup. Selain itu, kami kerjanya borongan, kalau satu tidak masuk akan pengaruh juga ke produksi dan pendapatan yang didapat," paparnya sembari menjelaskan.
Untuk itu, menurutnya dalam program padat karya pembuatan paving ini memang harus dibarengi niat yang kuat dari warga MBR-nya. "Kalau orderan dari pemkot selalu ada, tapi kalau tidak dibarengi niat ya sama saja. Jadi memang tergantung orangnya," lanjutnya.
Sejauh ini dalam pembuatan paving tersebut tak ada kendala berarti yang dialami selain mesin yang kadang macet. "Kalau kendala yang paling mesinnya kadang macet butuh di otak-atik sedikit. Selain itu, ya tadi kalau ada anggota tim yang tidak masuk itu pengaruh ke produksi karena tenaganya kurang," ungkap Anas sambil menunjukkan paving- paving yang selesai diproduksi.
Di luar itu semua, Anas tetap bersyukur dan bersemangat untuk menyongsong kehidupan lebih baik lewat program padat karya pembuatan paving Pemkot Surabaya. "Apalagi untuk masa depan dua anak saya, semangat sekali saya," tandasnya.
Kedepan Anas bersama timnya pun ingin terus berkembang dalam hal pembuatan paving dan melebarkan sasaran pasarnya. Untuk diketahui, pembuatan paving ini juga didampingi tenaga ahli dari ITS, sebelum paving digunakan juga sudah melalui uji kelayakan dari pihak tersebut.
Program Padat Karya Pemkot Surabaya
Sebagai salah satu cara untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi COVID-19, Pemkot Surabaya memang berkomitmen memperbanyak program padat karya. Yakni, dengan cara membuka lapangan pekerjaan bagi MBR melalui pendampingan maupun pemberdayaan UMKM.
Hal ini juga sebagaimana arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Sebagaimana kontribusi UMKM menjadi pilar penting dalam mengerakkan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Walikota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, program padat karya yang ia gencarkan sebagai upaya untuk mengentas kemiskinan dan pengangguran akibat pandemi. "Sehingga masing-masing warga dapat penghasilan dan ekonominya membaik," ujar Eri seperti dikutip Ngopibareng.id 31 Desember 2021 lalu.
Guna menggerakan roda ekonomi UMKM, pihaknya pun mendorong masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) Surabaya agar menggunakan produk UMKM. Seperti halnya sepatu, tas hingga seragam sekolah.
"Seperti pernah saya sampaikan bagaimana supaya anak-anak kita dari SD sampai SMA bisa menggunakan produk tas, sepatu seragam yang dibuat para UMKM," kata Eri.
Di samping itu pihaknya juga terus melakukan pendampingan kualitas produk UMKM, serta kepengurusan izin usaha melalui Dinas Koperasi dan Usaha Micro Kota Surabaya.
Kedepan Walikota yang dilantik sejak Februari 2021 ini juga memiliki rencana membuka pasar UMKM seluas luasnya bahkan ke pasar mancanegara.
Langkah Pemkot Surabaya Kedepannya
Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Gigih Prihantono mengakui bahwa program padat karya memang dapat membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. Kemandirian warga dalam menjalankan usahanya menjadi target jangka panjang yang harus dicapai Pemkot Surabaya.Â
"Pemberdayaan yang baik tidak terus menerus membantu, harus mandiri. Tinggal ke depannya perlu monitoring agar mereka tidak kembali menjadi MBR atau miskin lagi," jelas Gigih saat dihubungi lewat sambungan telepon Kamis, 10 November 2022.
Idealnya program berkelanjutan seperti ini, bisa diberikan bantuan selama satu tahun dan kedepannya tinggal melakukan monitoring. Untuk mencapai kemandirian tersebut tentunya dibutuhkan dana yang sustainable pula.
"Nah, skema pendanaan seperti apa nantinya bagi pelaku UMKM ini juga harus direncanakan. Pemkot juga harus menyambungkan pelaku UMKM dengan pasar dan lembaga keuangan," tambahnya.
Kedepan yang harus dilakukan Pemkot ialah membuka peluang pasar bagi UMKM agar produknya diterima masyarakat. Ujar Gigih caranya ialah membuat kualitas produk UMKM berstandar dan tidak diragukan lagi. "Kemasan dan branding juga harus distandarkan dan dibuat menarik," imbuhnya.
Terakhir, tambahnya yang membuat program ini berhasil nantinya adalah semangat dan kemauan dari pelaku UMKM itu sendiri. "Kalau tidak ada konsistensi ya, bagaimana mau maju. Jadi konsistensi ini yang perlu dijaga," pungkasnya.
Advertisement