Ijtima Komisi Fatwa MUI Haramkan Pratik Pinjaman Online
Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyepakati 12 poin bahasan. Hal tersebut antara lain adalah makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan.
Selanjutnya, panduan Pemilu dan Pilkada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan. Selain itu, mengenai hukum pinjaman online (pinjol), hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency (kripto atau bitcoin), penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, serta hukum zakat saham.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, selama berjalannya Ijtima Ulama ke-7 ini terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan. Hal ini lantaran menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.
‘’Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita,’ ’ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama ke-7, Kamis 11 November 2021.
Mengenai pembahasan pinjaman online (pinjol) merujuk pada ketentuan hukum:
1. Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
2. Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram.
3. Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram. Memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
4. Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Rekomendasi:
1. Pemerintah dalam hal ini Kominfo, Polri, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat.
2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.
3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah.